PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF BERBASIS POTENSI WILAYAH Tourism Development and Creative Economy Based of Potential Areas

Pariwisata di era ini dapat dikatakan sebagai tulang punggung kemajuan ekonomi suatu daerah, bahkan bangsa. Baik pariwisata alam, pariwisata budaya, maupun pariwisata-pariwisata yang lainnyGambara. Dan negara Indonesia memiliki itu semua. Nampaknya juga terwakilkan dengan adanya Yogyakarta. Yogyakarta selain dikenal sebagai kota pendidikan, dikenal juga sebagai kota wisata dan kota budaya. Hal tersebut dikarenakan potensi wisata yang dimiliki Yogyakarta yang beranekaragam. Mulai dari potensi alam semacam pantai Parangtritis yang kaya akan sand dune dan bentangan alam karstnya. Potensi budaya dengan adanya candi-candi yang bernilai sejarah. Dan lain sebagainya.

Pariwisata selalu berkaitan erat dengan ekonomi. Bahkan sering kali kita menyebutnya dengan ekonomi kreatif. Dimana dalam ekonomi kreatif orang-orang selalu mengedepankan idenya supaya apapun yang mereka buat menjadi bernilai ekonomi. Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya, bahkan terkadang tanpa disadari mereka juga telah ikut serta dalam mengembangkan ekonomi negara ini.

Pariwisata dan ekonomi kreatif dapat diibaratkan sebagai gula dan semut. Dimana pariwisata itu adalah gula dan ekonomi kreatif adalah semutnya. Pariwisata akan semakin menarik orang-orang untuk membuat karya yang mungkin bisa menjadi ciri dari daerah yang mereka kunjungi. Dengan kata lain oleh-oleh khas. Namun antara pariwisata dan ekonomi kreatif juga dapat disebut ekonomi kreatif adalah gulanya dan pariwisata adalah semutnya. Sebut saja desa wisata. Desa wisata yang laku dijual disebabkan karena karya-karya kreatif yang diproduksinya. Ada juga yang disebabkan karena budaya yang dimiliki desa tersebut.

Daerah dengan seribu pesona wisata dan ekonomi kreatif dapat dijumpai di Yogyakarta. Yogyakarta seperti yang telah kita ketahui merupakan daerah dengan tempat wisata yang beraneka macam, selain itu Yogyakarta juga memiliki Desa Wisata yang sudah semakin melambung dahsyat jumlahnya. Banyak orang juga yang mengatakan bahwa Yogyakarta mampu melahirkan generasi-generasi pengusaha muda yang hebat berkat kekreatifannya.

Lihat saja seperti Berjo Wetan, Malangan, Kasongan, Manding, Krebet,Sukunan, Candi Prambanan, Malioboro, Parangtritis, dan Gamplong. Ini merupakan beberapa tempat wisata yang melahirkan ekonomi kreatif di Jogjakarta.

Di Berjo Wetan kita dapat mengetahui proses pembuatan genteng yang baik yang menjadikan genteng di Berjo Wetan ini menjadi pusat genteng terbaik di Yogyakarta. Disamping kualitasnya yang bagus, jenisnya pun beraneka macam, seperti genteng turbo, genteng paris, genteng plan, genteng pipa, batu bata dan lain sebagainya. Walau jenis genteng sangat banyak di Berjo Wetan ini, ada dua genteng yang sangat unik pembuatannya. Jika genteng-genteng yang lain sudah menggunakan mesin press, genteng ini masih menggunakan cara manual dengan mengandalkan kelihaian tangan pembuatnya, yaitu genteng plan dan genteng pipa. Genteng plan banyak disebut juga sebagai genteng jawa, sebab telah ada sejak lama di Jawa, khususnya di DIY ini. Genteng pipa juga sudah ada seja lama. Sering digunakan sebagai cerobong asap di rumah-rumah yang memiliki pawon.

Candi Prambanan. Selain dapat mempelajari situs sejarah di candi ini, kita juga dapat mengembangkan kemampuan berbahasa asing dengan turis-turis luar negeri yang banyak berkunjung ke Candi Prambanan ini. Candi ini dilengkapi fasilitas yang beraneka rupa serta pelayanan yang sedemikian hingga sehingga mampu memikat hati para wisatawan untuk berkunjung kemari. Dengan ramainya kunjungan atas wisatawan-wisatawan melahirkan pula pasar dengan beraneka jenis jajanan khas Yogyakarta. Tatanannya juga sangat strategis, dengan menempatkan pasar Prambanan ini pada pintu keluar.

Untuk mengamati fenomena-fenomena geomorfologi, kita dapat mengunjungi Parangtritis dengan geomorfologi asal marinenya serta bentangan karst disekitarnya, juga fenomena geomorfologi Gunung Merapi yang masih terus mengalirkan lahar dingin hingga mengendap pada sungai Bojong. Namun karena kemampuan manusia yang diberikan otak untuk berpikir sedemikian hingga, adanya lahar dingin yang mengendap ini tak dipandang sebagai musibah saja, akan tetapi mereka mampu mendatangkan rupiah dari menggali pasir dari erupsi Merapi ini. Bahkan harganya pun jauh lebih mahal daripada pasir biasa. Banyak truk-truk mengeruk pasir-pasir sebab oleh lahar dingin Merapi ini. Bukankah ini membuktikan bahwa setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan?

 Jika ingin melihat batik yang torehannya tidak selalu diatas kain, maka kunjungilah desa Wisata Krebet. Ketika mengunjungi desa ini kesan pertama yang akan didapatkan yaitu tenang dan asri. Bagaimana tidak, di Krebet ini kita dapat menjumpai kerajinan batik kayu yang selalu mengedepankan tebang pilih, sehingga secara langsung orang-orang di desa tersebut dapat meningkatkan ekonominya, juga dapat menjaga kelestarian lingkungannya. Layaknya tumbuhan, menanam lalu menuai. Tidak hanya itu juga, batik juga semakin dipandang tinggi di mata dunia.

Malangan dengan kerajinan bambu untuk gerabah juga menjadikannya sebagai desa wisata yang sangat diandalkan. Produksi barang-barang rumah tangga dan perlengkapannya sangat banyak dijumpai disini. Jika diera modern sudah banyak yang menggunakan barang-barang yang berbahan baku plastik, maka masyarakat desa ini mampu membuktikan tanpa mencemari lingkungan dengan diproduksinya banyak perangkat dari plastik pun dapa berkembang pesat, bahkan banyak negara-negara yang memesan produk desa ini.

Tenun sangat jarang dijumapi di negara kita ini, namun di desa Gamplong masih banyak dijumpai penenun-penenun tradisional yang terus bertahan dalam meningkatkan perekonomian keluarganya. Disamping menenun, warga di desa ini juga banyak memanfaatkan barang-barang daur ulang menjadi barang-barang istimewa yang layak dijual dan bernilai ekonomi yang tinggi, seperti tas dari kain perca, kotak tisue dari pasir, jam dari kerang, sandal dari enceng gondok, taplak dari bambu, dan masih banyak yang lain.

Tak jarang juga masyarakat yang terlihat lebih modern dengan menghiasi rumahnya dengan berbagai aksesoris-aksesoris mewah. Di desa Kasongan dapat dijumpai guci-guci, patung-patung, dan aksesoris-aksesoris lainnya yang sangat indah. Guci dari keramik dengan motif yang sangat wah banyak tersedia disini. Gentong dari tanah liat juga sangat banyak dijumpai, bahkan jika ingin melihat proses pembuatannya sangat mudah juga dijumpai, kita pun dapat ikut membuatnya.

Saat ini banyak terdengar issue Global Warming, salah satu penyebabnya yaitu sampah yang kian menggunung. Siapa sangka, di desa Sukunan justeru memanfaatkan sampah sebagai barang yang mendatangkan nilai ekonomis. Tak selamanya sampah menjadi objek ketidaknyamanan hidup disuatu lingkungan. Didesa ini warga sangat respect terhadap pengolahan sampah. Disetiap jarak beberapa meter di desa ini disediakan 3 jenis tong sampah, sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3. Tersedia juga lumbung sampah sebagai tempat menyetorkan sampah-sampah dari warga di desa ini. Tak hanya itu, air bekas cucian, air jamban, dan air kotor, di desa ini juga dikelola hingga menjadi air yang bersih. Sukunan merupakan contoh desa yang mengedepankan kebersihan dan kesehatan lingkungan hidupnya.

Abi…… Maukah Engkau Pasangkan Topi Togaku?

Aku memejamkan mataku. Kutelungkupkan tanganku kewajah. Air mataku mulai menetes deras. Suara sesenggukanku pun mulai nyaring terdengar. Antara percaya dan tidak, aku tak mengerti. Aku sesenggukan memeluk uwakku. Beliaupun menangis sembari mengelus kepalaku dan adikku. Ya..semenjak aku umur 3 tahun, aku tinggal bersama uwakku. Beliau tidak bisa mempunyai anak, mandul katanya. Kasih sayang yang tiada terkira membuatku merasa sangat nyaman tinggal dalam asuhannya. Membuatku mau memanggilnya mama dan bapa. Ya..semenjak saat itu aku memanggilnya mama dan bapa pada uwakku.

Malam itu, bak tersambar petir yang keras menggelegar. Aku mendapat kabar bahwa abiku masuk rumah sakit. Bagaimana mungkin. Siang sebelum itu aku masih sempat bertemu dengan abiku. Aku masih sempat mendengar gelak tawa abi menemani mainku. Aku masih sempat diajari abi naik sepeda. Tangisku semakin pecah ketika aku benar-benar melihat raga abiku terbujur kaku diatas dipan rumah sakit.

Abiiiiii…..!!!!

Aku sekonyong-konyong langsung memeluk abiku. Mulut abiku kaku tak mampu mengucapkan katapun. Tangan dan kaki kanannya tak mampu ia gerakkan. Aku tahu, pasti abi ingin mengelus kepalaku. Aku tahu abi..aku tahu…

Aku hanya mampu menangis menumpahkan air mata sambil terus memanggil abiku. Aku cium tangannya yang kaku. Dan..abi…aku sangat tahu, pasti kau ingin menggenggam tangan mungilku saat itu.

Abiiiii..kenapa bisa terjadi…

Kau sakit apa bii??..

Aku menangis sejadi-jadinya. Kulihat air mata mengalir dari pelupuk mata abi. Umiku seperti ingin memelukku, tapi aku berontak. Aku terus menggenggam erat tangan abiku. Orang-orang yang turut mengantarkan abi ke rumah sakit hanya mampu diam membisu dengan mata merah penuh kesembaban.

Adikku yang terus menangis juga, sudah mampu ditenangkan uwakku. Ia berada dalam dekapan beliau. Ia sudah dibawa keluar kamar tempat abi ada. Teman-teman abi dan umi banyak berdatangan semakin membuatku ingin mengusirnya.

Tiba-tiba abiku berucap dengan kata-kata yang tidak jelas namun aku bisa menangkap perkataan abi ..

“M maaf ke kan ke kesal lah laahan sa saya..Mung ..mungkin..um..mur sa ..saya ti..tidak pe..panjang lagi..”

Teman-teman abi mengeleng-geleng sambil terisak.

Abii..jangan berucap sepeti itu…abi pasti sembuh!!PASTI BII!!

“Kalian pergi!!Pergi saja!!..Kalian tak melihat abiku sedang sakit hahh!!. Abiku nggak bisa bicara..bahkan tangan dan kakinya pun tak bisa bergerak…Jangan membuat ruangan ini semakin panas..Biarkan abiku istirahat…Jangan ganggu abiku…jangan ganggu abiku!!.”tangisku sambil meronta dan terus mengusir mereka.

Tangisku semakin menjadi-jadi. Umiku memelukku.

“Kaka, mereka datang kemari untuk mendoakan abi..Mereka mendoakan abi biar cepat sembuh..Kalau abi sembuh nanti kan kaka bisa main lagi sama abi…Ya..Srrk..”

Umiku berusaha menenangkanku. Teman-teman abi dan umi keluar satu demi satu, demi melihatku tenang. Mereka menyalami umiku dan mengelus kepalaku yang berada dalam dekapan umi.

Aku melihat uwakku membisikan sesuatu pada umiku. Aku menggenggam lagi tangan abiku. Mata abi terus memandangiku. Matanya terlalu sembab.

“Kaka..makan dulu yaa sama mama..belum makan kan??”kata uwakku.

Aku menggeleng.

“Kaka..makan dulu ya..ade juga udah makan. Nanti abi sedih kalau kaka nggak mau makan..”

Aku melihat abiku. Ia mengedipkan matanya yang sembab.

“Kaka mau makan kalau abi makan..Kaka mau makan bareng abi..”

Umiku menitikkan air matanya. Ia jongkok sambil mengelus kepalaku.

“Nanti biar umi yang menyuapi abi. Nanti abi makan kok. Sekarang kaka dulu yang makan ya…”, rayu umiku.

“Ya sudahsini  biar kaka aja yang suapin abi!”

Watak keras kepalaku saat itu semakin menjadi-jadi. Aku ingin tetap bersama abiku. Saudara umi pun bergantian merayuku supaya makan, namun semuanya tak ada yang aku hiraukan. Yang aku inginkan saat itu hanyalah menemani abiku. Aku ingin tetap berada disampingnya. Hingga tak terasa aku tertidur dalam pegangan erat pada tangan abiku yang kaku.

Aku yang masih kecil saat itu tak bisa mengerti bagaimana orang dewasa berpikir. Aku tak perlu dirayu-rayu untuk makan. Aku bisa ambil sendiri kok. Aku hanya ingin menemani abiku sampai sembuh.

Aku terbangun dari tidurku. Ternyata ada yang memindahkanku.

Abi mana?? Tadi aku masih memegang tangan abi..Abi dimana??batinku.

“Umiiiiiiiiiii….” aku berteriak sekeras-kerasnya.

Sontak semua orang yang hanya bisa aku lihat punggungnya, berbalik melihatku.

Seorang saudara umi menghampiriku. Memelukku.

“Abi dimana?? Tadi kaka masih memegang tangan abi..a..abi kemana?? Kaka mau nemenin abi…Srrk..”

Tangisku makin tak terbendungkan.

“Kaka..kaka tenang dulu kaka..abi di kamar sana..dokter sedang memeriksanya..”

Aku langsung berlari ke ruangan yang ditujukan saudara umiku itu.

“Abiiiiii!!!….”teriakku.

Orang-orang yang berada di kamar abi menoleh ke arahku. Aku langsung menghampiri raga abiku. Abiku tertidur. Dan ada dokter yang sedang memeriksa di sampingnya.

“Dokter..abiku sakit apa?? Abi masih bisa sembuh kan dok? Kira-kira sampai kapan abi sakitnya??”

Dokter jongkok memegang kepalaku.

“Tenang anak manis, abi kamu insyaalloh sembuh..Abi sakit struk..Doakan abi terus supaya cepat sembuh ya..” ucap dokter.

“Struk itu penyakit apa dok?? Parahkah?”

“Struk itu …mm..masih bisa disembuhkan kok cantik.”

Seolah dokter sedang menyembunyikan sesuatu dariku.

Aku mengulang pertanyaanku.

“Struk iti penyakit apa dokter?? Jawab!!”suaraku mulai mengeras.

Dokter justru terdiam menunduk masih memegang kepalaku.

Uwakku memelukku. Umi menangis dipojok ruangan mendekap adikku.

Aku menyibakkan tangan dokter yang masih memegang kepalaku. Aku hampiri abiku yang tertidur. Aku sibakkan rambut abi yang sedikit menutupi keningnya.

Abi…cepet sembuh ya bii..Kaka pengen ditemani abi main lagi. Kaka pengin diajari abi ngaji lagi. Kaka janji bi, kaka bakal rajin ngajinya, kaka bakal rajin shalatnya. Kaka janji abi…

Beberapa minggu kemudian.

Abiku sudah dibawa pulang. Namun raganya masih kaku, bibirnya masih kelu. Kaki dan tangan kanannya masih susah digerakkan. Kata orang mati sebelah. Tapi aku yakinkan diriku saat itu. Abi masih bisa sembuh. Aku akan jaga abiku. Aku akan rawat abiku.

Hingga suatu itu datang seorang teman abi, ia menyarankan agar kaki abi di rendam dalam air es yang dicampur dengan minyak tanah. Saudara-saudara umi dan abi yang masih sangat setia bergiliran menjaga abi, mengangkat abi agar terduduk di kursi. Biar kakinya bisa lebih mudah di rendam dalam ramuan tersebut tadi.

Ya..Tuhan..sembuhkan abiku..

Kaki abi mulai masuk ke ramuan es dan minyak tanah. Aku mengamati setiap episode penyembuhan abi. Jari kelingking kaki abiku sedikit demi sedikit mulai memberikan reaksi. Ia bergerak sedikiiiit sekali. Aku membelalakkan mataku lebih lebar.

“Abi..ayo abi…abi pasti sembuh..”

Setiap hari abi diangkat untuk merendamkan kakinya di ramuan es dan minyak tanah. Dan hasilnya luar biasa. Kaki dan tangan abi sedikit demi sedikit bisa digerakkan. Aku sangat bersyukur saat itu Tuhan. Sungguh…

Setiap aku pulang sekolah, aku langsung menghampiri abi. Dan abi dengan sungguh-sungguh mulai latihan berjalan walau masih sambil meraba-raba tembok. Abiku pun mulai bisa mengucap kata-kata walau masih terdengar belum jelas dan aku harus mengulangi maksudnya abi benar atau tidak, jika benar abi akan menganggukan kepalanya, dan jika salah abi akan menggelengkan kepalanya. Perkembangan kesehatan abi mulai terlihat. Ketika seorang teman umi memberikan abi tongkat dengan tiga kaki, abi mulai berjalan. Tak meraba-raba tembok lagi. Dan semenjak saat itu, umilah tulang punggung keluarga. Ia mulai berjualan di pasar. Tepatnya berdagang pakaian. Awalnya beliau berdagang bawang putih, bawang merah, dan lain-lain, namun karena tangan umiku belum terlatih, para pembeli yang sedang mengantri, banyak yang marah-marah, pelan sekali melayaninya. Begitu mungkin kira-kira. Umi pun beralih ke pakaian. Siang hari umi berjualan pakaian di pasar, malam harinya membuat keripik dari tempe dan pisang, lalu pagi harinya bersamaku mengantar-antarkan keripik tersebut ke warung-warung di desaku. Baru umi berangkat ke pasar untuk berjualan pakaian. Begituu setiap hari.

Suatu ketika aku menemani abiku di ruang tamu, menunggu umiku pulang dari pasar. Ketika aku melihat umi membawa bawaan banyak, aku segera menghampiri umiku dan membantu membawanya bersama dengan adikku. Abiku yang mulai jelas berkata-kata, ketika umi sedang menyalaminya berucap..

“Mii..maafkan abi yaa..Harusnya abi yang menjadi tulang punggung keluarga dan mencari nafkah, justru sekarang malah umi. Seharusnya umi hanya mengurus anak-anak..”

“Bii…yang penting sekarang abi sembuh aja dulu, jangan pikirkan macam-macam ya..Umi shalat dulu bii…”

Aku melihat air mata umiku menetes saat ia berlalu. Aku mengikuti langkah umiku.

“Umi..umi jangan menangis…”ucapku yang masih sangat lugu.

“Enggak kaka..umi nggak nangis, kaka ntar bantuin umi masak air ya buat mandi abi. Hari ini umi mau masak sayur oseng kesukaan kaka..sekarang umi shalat dulu ya..”

Aku mengangguk, lalu aku letakkan barang bawaan tadi di atas meja dapur. Sambil menunggu umi selesai shalat, aku mengisi ceret dengan air untuk mandi abiku.

Lalu aku buat api di tungku yang terbuat dari tanah liat, aku letakkan ceret tadi di atas tungku setelah api usai di buat.

Umiku usai shalat. Ia meracik sayur untuk di masak.

Umi betapa ingin aku membantumu mencari uang. Kau sudah sangat letih bukan?? Kau seharian di pasar berjualan pakaian, lalu pulang buatkan kami masakan. Belum lagi mencuci baju-baju kami. Ah…tak terbayang jika saat itu dagangan pakaian belum laku terjual, sedang listrik dan air sudah jatuh tempo untuk di bayar. Ah..belum lagi membeli beras dan sayuran. Belum lagi membayar biaya sekolah. Tuhan aku harus bagaimana??

“Kaka..antarkan minum anget ini buat abi ya..oya, ade suruh mandi udah sore soalnya.”

Aku pun melaksanakan apa yang umi titahkan. Aku berikan abi minum anget tadi, aku bantu ia pelan-pelan meneguknya.

Abi..sungguh betapa sangat aku mencintaimu..

Aku pandangi lekat-lekat tiap lekuk wajah abi.

Aku menyuruh adeku untuk mandi. Dan aku temani abiku. Aku bercerita tentang sekolah, tentang mimpiku. Pokoknya tentang segalanya yang membuat keadaan menjadi tak sepi.

“Kaka…tuntun abi ke kamar mandi ya..umi sudah nyiapin air angetnya..”teriak umiku dari dapur.

“Iyya umi..”

Lalu aku mulai menuntun abiku ke kamar mandi. Membantunya melangkahkan kaki hingga sampai kamar mandi, lalu umi memandikan abi.

Begitu setiap harinya.

Saat ini jika diingat, sudah banyak pengobatan-pengobatan yang sudah dicoba untuk menyembuhkan abi. Namun hasilnya nihil. Abiku masih tetap berjalan menggunakan tongkat. Abiku belum sanggup mencari nafkah lagi menggantikan umi.

Tuhan…betapa kepayahannya abiku. Sembuhkan ia Tuhan. Aku mohooon…

Aku menunduk bisu.

Aku masih tinggal bersama uwakku, namun lebih sering pulang menemani abiku dan membantu umiku.

Aku bahagia sekali ketika aku mendengar bahwa abi sedang latihan berjalan ke masjid. Namun kebahagiaan itu langsung luruh ketika mendapat kabar, abi jatuh dari tangga masjid. Betapa kaget tak kepalang tanggung. Aku dan umiku menangis sejadi-jadinya. Lalu memanggil dokter untuk memeriksa abiku. Ia bilang, tidak apa-apa..Hatikupun lega.

“Abi..lain kali kalau abi mau ke masjid bilang-bilang dulu ke kaka, biar kaka bantu abi yaa…”

Abiku mengangguk dan mengusap kepalaku.

Aku selalu berdoa untuk kesembuhan abiku. Aku tak mau abiku terus menderita karena penyakit yang lama mencekamnya. Aku tak mau terus menerus melihat abiku berjalan menggunakan tongkat sebab ketidakmampuannya berjalan tanpanya.

Hingga saat ini. Hingga aku sendiri tahu apa itu struk. Sudah 10 tahun abiku masih terus menggunakan tongkatnya untuk berjalan. 10 tahun abiku belum sembuh dari struknya. 10 tahun aku tak bisa naik motor di bonceng abi. 10 tahun aku tak pernah lagi diantar sekolah oleh abi. Abi..Hingga saat ini bii..hingga aku kuliah di UPI..Bahkan abi tak bisa mengantarkan aku ke tempat tinggal baruku di Bandung ini karena ketidak mampuan abi. Abi…aku menanti kesembuhanmu bii.

Abi..aku sangat mencintaimu..

Abi masih ingat kan bii ketika aku memberi kabar di terima di UPI?

Abi masih ingat kan bii, ketika aku memberi kabar ke abi aku masuk jurusan Pendidikan Geografi?

Abi masih ingat kan bii ketika aku mengabari abi aku akan akan tinggal lama di Bandung?

Abi masih ingat kan bii..

Masih kan bii??

Masih kaaann??

 Abi..aku mohon…sembuhlah bii..aku mohon..

Abi…aku sangat mencintaimu..

Abi..berjanjilah padaku bii, kau akan datang diwisudaku 3 tahun lagi. Aku ingin bersanding dengan abi, umi dan juga ade ketika aku mengenakan toga nanti. Aku ingin foto kita sekeluarga di abadikan di rumah kita abi..

Abi..aku tak mau ketika wisuda nanti, hanya bersanding dengan umi dan ade saja..Aku menginginkan abi turut bersanding di sampingku. Merangkulku. Memegang baju wisudaku. Memasangkan topi togaku bii…

Abi…

Aku besok akan maju menjadi wisudawati terbaik bii…

Apakah kau tak mau melihatnya bii??

Aku akan maju di hadapan semua hadirin dengan predikat cumlaude bii..

Apa kau tak mau melihatnya bii??

Abi…aku mohon bii..sembuhlah bii…untukku bii…untukku…

Jika kau sembuh nanti, bukan itu saja yang aku pinta..biarpun aku sudah besar bii, ketika kau sembuh aku ingin dilatih abi naik sepeda lagi..Aku ingin dibelikan abi ice cream rasa coklat lagi..

Abi…

Berjuanglah membunuh sakitmu bii…

Aku yakin kau pasti akan sehat bugar kembali bii…

Abi…janji ya bii..Pokoknya harus datang ke wisudaku. Aku ingin abi yang memasangkan topi togaku..

Abi…aku mencintaimu..

Selamanya..

Lagu “Ayah” mengalun. Hatiku bersemi penuh bunga yang bermekaran.

 

 

 

 

Tentang Kita

Ini tentang IBU dan BAPA kita

Ingat kah adikku saat vonis sakit bapak kita dulu?

Struk!!

Kesedihan tergambar jelas diwajah kita semua. Superman satu-satunya dikeluarga kita harus terbaring kaku diatas ranjang. AH..terbayang, tak bisa naik sepeda motor bareng lagi. Tak ada yang jemput ke sekolah lagi kalau kemanjaan kita sedang keluar. Tak ada lagi teman untuk membeli buku bekas dirumah simbah tua itu. Tak ada lagi yang sering membelikan kita baju baru. Dan tentu saja, tak ada lagi jamaah shalat yang sempurna dirumah kita. Bapa, ibu, aku, dan kalian adikku.

Dulu…kalian sering naik keatas punggung bapa ketika sedang sujud. Ah..senangnya. Walau ini sangat mengganggu gerakan shalat bapa. Dan aku sangat iri, karena aku tak mungkin bisa naik seperti kalian. Badan kalian masih kecil saat itu, sedang aku? Aku sudah tumbuh tinggi dan besar. Walau saat itu usiaku masih bisa dibilang kanak-kanak.

Semua itu duluu…

Hingga sekarang kita semua tumbuh menjadi dewasa dan remaja yang tak diragukan, insyaalloh ^_^.

Kita memiliki pejuang yang tangguh. IBU!!

Semenjak bapa kita sakit, ibu kita yang kesana kemari mencari nafkah. Mulai dari jualan pakaian, kripik pisang, kripik tempe, dan lain-lain. Ibu kita bidadari cantik dengan sayap yang tangguh dan kokoh. Kalian setuju bukan beliau adalah bidadari ita. Bidadari yang melahirkan bibit-bibit seperti kita. Ah..bidadari dengan berjuta ketangguhan, aku rasa begitu.

Betapa sabar dan kuatnya ibu kita ya Dik? Ulet sekali dalam berdagang. Pandai nian dalam mengatur uang masuk dan keluar.

Yaa..aku menyadari walau kadang sering kesel ke ibu, kalian mungkin juga Dik. Tapi tetap saja, dengan segala caranya ibu kita membuat kita kembali lagi pada cintanya.

Sekesel-keselnya kita, tetep aja yaa makan masakan ibu. Ibu serba tahu makanan kesukaan kita ya Dik ya..

Dik..inget waktu ibu cerita betapa susah hidup ini. Betapa banyaknya ujian yang menerpa. Ah…

Betapa kau sabar menghadapi segalanya Bu..Ibarat kata “kesabaranmu tiada terhingga”.

Aku ingat saat kau sakit, lemas dan tergeletak dengan tubuh yang tak berdaya. Ingin sekali saat itu aku memelukmu. Tidur disampingmu, menyelimutimu dengan kain tebal itu. Namun, aku tak kuasa lagi harus berbuat itu. Kau memanggilku dan hanya memintaku membuatkan minum teh hangat. Aku pun melangkah pergi membuatkanmu segelas teh hangat itu dan menghampirimu lagi.

Sungguh, ingin rasanya memelukmu Bu…

Dan, berangsur-angsur kaupun sembuh. Seperti tak ada lagi jeda untukmu. Kau tetap bangun jam 03.00 pagi dan membangunkan kami bertiga untuk shalat lail, walau kadang kami malas-malasan melangkah. Bahkan sering melangkah dengan mata yang masih merem melek. Namun, tetap saja kai melangkah. Setelah shalat lail, kau masak dan kami belajar. Walau kami lebih sering belajar sambil tidur. Bahkan benar-benar tertidur dengan buku dijadikan bantal.

Saat adzan subuh berkumandang, masakanmu sudah matang. Lantas menghampiri kami untuk shalat subuh berjamaah. Menyuruh kami buat baca Al Quran walaupun cuma satu lembar. Dan parahnya aku saat itu sering bersembunyi di kamar depan buat tidur lagi. ^_^. Sama halnya dengan Adikku ya..hihihi.

Dan lagu Indonesia Raya pun bergema, ibuku yang emang super duper cerewet membangunkanku yang sedang tertidur. Setelah itu aku akan bangun dan ikut-ikutan membangunkanmu ya Dik. Hihihi…aku akan ikut-ikutan ibu berindonesia raya. Hihhihi…

“Anak perempuan kalau habis subuh itu nggak boleh tidur, nggak baik, ntar rejekinya dipatok ayam”

Dan kita selalu menjawab dengan santai

“Iyyya ibuuu………..”

Lalu mulai ambil tugas, nyapu rumah, cuci piring, nyapu halaman. Ah..tappi…kalau aku..pasti makan dulu. Hehe..entahlah, kebiasaan dari kecil, kalau subuh pasti sudah lapar. Dan memang harus diisi saat itu juga. Baru ambil tugas paginya.:D

AH…walau kita bertiga sering ribut ya Dik ya..tapi taukah kau..saat seperti ini, saat aku sudah jauh dari kalian. Kangen banget tau…pengen ribut lagi sama kalian..:O. Sering juga ya kita rebutan pakaian, ukuran badan kita bertiga semuanya hampir sama sii. Kadang dengan diam-diam, pakaian ibu saja kita pakai ya Dik. Hiihihi.:D

Adikku, inget nggak waktu kita bertiga lagi kumpul di kamar depan? Ibu datang dan menasehati kita macam-macam.

“Kalian sekolah yang bener, yang sungguh-sungguh. Jangan bikin kecewa ibu yaa…”

Sebenernya pengen banget bilang iya, tapi aku yakin kita bertiga walau diam, tapi hati berkata ya sambil terus mendengarkan nasehat ibu.

Dan..krasaaa banget saat ini Dik, saat udah jauh dari bapa dan ibu. Nggak ada lagi yang nyanyi Indonesia Raya tiap pagi, nggak ada lagi yang nyrewetin juga. Ahh …walau dulu kesel sering digituin tapi sekarang justru rindu mendengarkannya.

Adikku, aku yakin, suatu saat kau akan jauh dari bapa ataupun ibu. Dan kalian pun akan merindukan saat-saat seperti itu. Apalagi kita semua perempuan Dik, kelak akan pergi bersama pasangan kita masing-masing.

Adikku..Masih terlalu jauh mungkin ketika aku harus bicara tentang kepergian kita kelak.

Saat ini, kita sama-sama dalam ruang menuntut ilmu. Aku di Bandung, Aim di Depok, dan si ragil Nafis masih di Kebumen. Dengarkan aku.

Kau tau kebiasaanku bukan? Aku yakin kau tau. Jadikan kebiasaanmu juga jika itu baik untukmu. Tapi tentu saja kebiasaan yang baik, bukan kebiasaan yang buruk. Aku janji, aku akan segera meminimlasir kebiasaan-kebiasaan buruk yang masih bercokol dalam diriku. Aku tak ingin kebiasaan-kebiasaan burukku kau miliki juga.

Adikku…

Kalian ingat janji kita bertiga kan??

Kalian ingat tekad bulat kita bertiga kan?

Walau saat itu hanya terungkap dalam keadaan penuh kesantaian.

Kita harus balas perjuangan bapa ibu kita Dik.

Sebisa kita, sebisa mungkin.

Tiap tetes dari perjuangan kita bisa membuat ukiran senyum bapa ibu, walau senyum dihati sekalipun.

Adikku tersayang…

Ingat!! Tulis semua mimpi-mimpimu. Hari demi hari, waktu demi waktu aku yakin mimpi-mimpi itu akan tercoret satu persatu. Sebab apa yang tertulis itu adalah doamu.

Dik, jangan lupa juga ya Dik selalu minta doa pada bapa ibu, walau tiap kali kita bilag “bapa, ibu doain yaa..” mereka selalu bilang “nggak dimintapun ibu bapa selalu doakan kalian anakku, kalian juga doakan ibu bapa ya..Sebab doa anak pada orangtuatak ada yang bisa menghalanginya”..”Begitupun doa bapa ibu pada kami, tak ada secuil dindingpun yang akan menghalanginya, oleh karenanya doakan kami selalu Bapa..Ibuu…”

Jangan lupa juga Dik, terus perbaiki diri kita ya Dik, akupun demikian insyaalloh.

 

Dik, tersenyumlah padaku..

Suatu saat kita sekeluarga akan berkumpul mengenakan baju ihrom Dik, di Makkah Al Mukarromah Dik insyaalloh. Ziarah ke akam Rasulullah. Ke Madinah Al Munawwaroh..

Dan, insyaalloh Dik, kita akan berkumpul di JannahNya Dik.

Semangat menjalani sisa hidup yang ada ya Dik.

Jadilah pemimpi sejati! Gantungkan mimpimu dilangit tertinggi, lalu berlelah-lelahlah menggapainya, bahkan sampai kelelahan itu sendiri lelah menggoda kita.

 

Salam sayangku untuk Kedua Adik tercintaku.

Aimatul Hidayah & Nafisatul Mardiyah. 

Maka Tersenyumlah Cantik

Bersyukur itu Patokannya

Rasa syukur merupakan benteng pertahanan kita supaya kita tidak hidup rakus. Hilangnya rasa syukur dikarenakan banyak hal, seperti tidak puas dengan apa yang telah didapatkan atau dimiliki. Padahal kunci agar hidup bahagia adalah dengan memperkuat rasa syukur kita kepada Allah SWT. Dengan bersyukur hidup akan bertambah berkah.

Syukur disini adalah sebagai cara untuk menghalangi kita terhadap sikap yang tidak realistis dalam encapai keinginan. Fakta sebenarnya yaitu, Allah sudah menciptakan kita dengan berbagai kekurangan dan kelebihan. Tak usahlah meniru apa-apa dari orang lain yang memang mutlak tidak mungkin terjadi pada kita. Setiap orang itu diciptakan berbeda, tidak ada yang sama.

Walaupun kekurangan itu membuat kita berada dibawah orang lain, setidaknya kita masih memiliki prestasi untuk terus menjadi lebih baik daripada orang lain.

Be Yourself aja lagi!

Setiap orang diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Orang yang tidak mampu menerima kekurangan dirinya, ia akan bersembunyi dibawah bayang-bayang orang lain. Sehingga cepat atau labat ia akan menjadi seorang yang rendah diri.

Cara yang paling tepat dan cocok untuk menghadapi gejolak kehidupan ini adalah dengan mengenal dirinya sendiri. Baranng siapa mengenal dirinya sendiri, maka ia akan mengenal Tuhannya.

Dengan menerima apa adanya yang ada dalam diri kita, maka hidup akan terasa tenang dan damai.

Jangan Iri Hati Dong!

Iri merupakan salah stu penyakit hati yang sangat serng menghampiri umat manusia.Orang yang iri selalu erasa tidak puas dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Rasa iri membuat kita selalu berpikiran negatif terhadap orang lain. Penilaian terhadap diri sendiri dianggap rendah, sehingga beban pikiran semakin berat.

Iri dianggap positif jika hal yang membuat diri kita iri memotivasi kita untuk berbuat kebaikan.Apabila iri yang positif tersebut terus digali potensinya, maka kita akan menjadi insan yang terus menjadi lebih baik. Akan tetapi yang perlu digaris bawahi yaitu rasa iri positif tersebut bukan untuk menjatuhkan orang tersebut.

Dala sabda Nabi pun diungkapkan bahwa iri itu akan memakan kebaikan-kebaikan.

Kenapa sih Harus Benci!

Rasa benci itu muncul karena adanya perbedaan. Seorang yang memiliki rasa benci hatinya akan selalu diliputi perasaan yang membuat sesak hati. Sehingga rasa benci itu meemrlukan penyembuhan. Sebab kebencian itu memperburuk keadaan dan bisa merusak keadaan. Kebencian juga mengikis keinginan kita. Oleh karena itu, kita harus menghilangkan rasa benci yang merongrong diri.

Ayo Belajar Mengenai Apa Saja!

Belajar disini bukan dimaksudkan hanya ketika dalam kondisi formal saja. Akan tetapi seluruh kegiatan dijadikan sarana belajar. Segala yang Allah ciptakan pasti mengandung pelajaran.

Belajar bisa meliputi sabar dalam menghadapi persoalan, belajar untuk tidak mengahakimi kesalahan, dan lain-lain.

Sepanjang hidup kita haruslah untuk belajar, sebab ilmu Allah tiada batasnya.

Gagal Siapa Takut?

Kegagalan bukanlah akhir dari semuanya. Kegagalan merupakan gerbang menuju kesuksesan. Hal pertama yang harus kita jalani agar tidak menyesal adalah dengan membuka hati sejernih mungkin.

Kita tidak perlu kwatir dengan kalah atau menang. Sebab seperti apapun keadaan nantinya, kita pasti harus tetap maju bukan??

Maka Tersenyumlah, Cantik!

Murah senyum dan selalu ceria sepanjang hari akan menularkan rasa bahagia kepada oarang-orang disekitar kita. Senyumpun sangat mujarab untuk mengobati emosi dan membuat kita selalu berpikir positif.

Senyuman dari seorang sahabat membuat kelelahan kita hilang. Membuat kita bahagia.

Senyuuman memang ungkapan yang alamiah. Kita memang tidak dapat memungkiri bahwa tidak semua orang biasa tersenyum. Namun apabila kita sudah meniatkan untuk tersenyum, maka tersenyumpun menjadi hal yang sangat mudah.

Terbaik atau Lebih Baik?

Kita tidak perlu terbebani untuk menjadi yang terbaik, tapi aturlah siasat untuk selalu menjadi lebih baik setiap detiknya. Perbedaan keinginan menjadi terbaik kadang menyisakan kekecewaan ketika akhirnya kita tidak dapat menjadi apa yang kita inginkan, tapi menjadi lebih baikmenyisakan makna dalam proses penyempurnaan langkah yang dialkukan disetiap waktu.

Salah satu yang membedakan antara keduanya adalah penerimaan kritik yang diberikan.

 

Ayo saling Bermaafan!

Kebencian itu tidak akan bertepi jikalau kita masih bersikukuh merasa diri kita yang paling benar dan orang lain salah.Bahkan karena adanya sifat egois, permusuhan menjadi sikap yang turun menurun. Dan ini sungguhlah tidak mengenakkan hati.

Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat hendaklah selalu saling memaafkan ketika ada yang berbuat salah. Sehingga tercipta kehidupan yang aman dan tenteram.

Jangan Lari dari Masalah Sayang!

Setiap orang pasti menginginkan kehidupannya tidak memiliki masalah. Akan tetatpi ini adalah hal yang tidak mungkin. Sebab kehidupan saja merupakan bagian dari masalah. Masalah akan membuat kita semakin dewasa, bukan malahan membuat kita makin menderita.

Jadilah seorang yang setegar batu karang. Yang tetap kokoh dalam menghadapi tiap permasalahan yang ada.

Ketika maslah datang kita bukan harus lari darinya, akan tetapi kita harus menghadapi dan menyelesaikannya.

Pentingnya Humor!

Hidup itu tidak selamanya menyakitkan. Ketika humor itu dimasukkan dalam kehidupan kita, maka kita akan merasa ada sesuatu yang lucu. Apabila kita melihatnya dengan cara ini, maka berkuranglah kekesalan yang kita rasakan. Dan kita harus bisa secara kreatif mengemas humor.

Kamu Juga Bisa Kok!

Setiap orang bisa melakukan apapun yang dianggapnya bisa. Jika kita enanggap diri kita orang hebat, maka respon kita terhadap stimulus itupun akan sama, dan anggota gerak kita akan merespek stimulus tersebut untuk melakukan sesuatu. Tidak tidak perlu merasa rendah diri ketika kita belum bisa mencapai tingkat seperti orang lain. Justru kita harus termotivasi dengan adanya kemampuan yang dilikinya.

Pikirkan bahwa jika kita berpikir bisa, kita pasti bisa.

Jangan Takut Salah!

Takut memulai biasanya diawali dengan takut salah. Jika kita terus memelihara sifat tersebut, maka hidup kita akan terasa monoton dan tak berwarna.

Kita tidak mampu mengerjakan sesuatu jika diawali dengan memiliki rasa bersalah. Sehingga kemampuan kita tak akan berkembang secara maksima.

Hari gini Harus Punya Sahabat Law Yaw!

Sahabat adalah seorang yang mampu menggantikan posisi keluarga ketika kitajauh darinya. Sahabat yang baik akan senantiasa memotivasi kita ke arah kebaikan, bukan menenggelamkan kita dalam jurang kemaksiatan.

Jika kita tidak pandai menjalin persahabatan, maka kehidupan kita akan terasa sepi dan kosong. Tidak bergairah danlam menjalani kehidupan di dunia yang serba ada apapun.

Ada tips menarik untuk menjalin sebuah persahabatan:

  1. Harus saling mengingatkan.
  2. Coba tepati janji kamu dan peliharalah kesetiaanmu.
  3. Lakuka kebaikan-kbaikan kecil.
  4. Jadilah pendengar yang baik.
  5. Jangan bersahabat dengan orang yang memaksamu.
  6. Jangan banyak menuntut untuk dimengerti.

Aduh Jangan Punya Musuh deh!

Punya musuh walaupun Cuma satu terasa sangat banyak. Sebab dengan memiliki musuh hidup beras tidak tenang. Hidup gundah dan gelisah. Ada musuh membuat kehidupan di dunia ini tidak tenang. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini hakikatnya adalah untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian sesama manusia.

Sesama umat manuisa harus saling menjaga dan menasehati serta memelihara persaudaraan.

Stress, Apaan Tuh!?

Tanpa disadari, stress sering kita alami sehari-hari. Kita terlalu banyak berpikir mengenai sesuatu apapun. Orang yang stress kerap kali hanya melihat dirinya sendiri, ia cenderung tidak mau berbagi dengan orang lain.

Pikirannya sangat berpengaruh oleh keadaan. Ada beberapa tips untuk mengatasi stress:

  1. Jangan pernah menganggap kita terkena stress.
  2. Jangan pernah merasa sendirian.
  3. Cobalah menganalisis penyebab stress.
  4. Realisitiskan keinginan dan kemampuan.

BACA, BACA, BACA!!!

Buku adalah cakrawala dunia memang sepenuhnya benar. Melalui buku kita bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita. Melalui buku kita bisa mengelilingi dunia tanpa harus membayar mahal. Melalui buku kita juga bisa tahu pemikiran orang-orang hebat. Membaca bisa membuka pikiran kita.

Bersaing Sehat Kenapa Enggak?

Sifat alami manusia adalah menginginkan hal yang lebih dalam hidupnya. Dan tentu saja itu tak akan mungkin akan jauh dari persaingan. Persaingan itu tentunya harus persaingan yang baik. Bukan persaingan yang buruk yang bisa menimbukan permusuhan. Persaingan sehat justru harus dijadikan sebagai ajang untuk memotivasi diri. Bukan untuk menambah musuh.

Berpikir Positif, Penting Banget Buat Kita!

Pikiran positif akan memudahkan kita untuk bangkit dari kesedihan dan selalu siap membuka lembaran baru. Fokuskanlah diri kita pada hal-hal yang positif. Lihat juga permasalahan pada dua sisi yang berbeda. Lihat juga bahwa  memiliki pikiran positif itu lebih banyak menguntungkannya.

Jadi Remaja Mandiri

Menjadi mandiri tidak dibatasi pada usia berapapun. Dalam psikologi mandiri diartikan sebagai  penyerahan keadaan seseorang dalam kehidupannya yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Kemampuan mandiri harus ditopang dengan kesiapan mental, kematangan berpikir dan mampu menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Benteng diri sangat penting untuk menunjang kemandirian.

Ingat, masa depan ada ditangan  kita.

Semangat, Dek!!

Ketika kita sudah dapat merasa bahagia maka  kita selalu merasa sehat dan memiliki energi untuk melakukan banyak hal dengan penuh semangat. Kita harus menantang diri kita sendiri supaya hidup terus berbuih dengan penuh semangat. Buat target-target yang dapat memacu semangat kita.

Sombong itu Gag Zaman deh!

Semua manusia berpotensi untuk sombong. Apalagi jika diri berada atau merasa lebih dari orang lain. Kesombongan berpotensi ntuk menjauhkan manusia dengan lingungannya. Padahal Allah sangat memebenci orang-orang yang sombong.

Jangan Pernah Menyerah!

Kita pasti kecewa apabila pikiran dan tindakan positif kita ternyata tetap membuahkan kegagalan. Kadang terlintas untuk menyerah saja.

Hal pertama yang haruskita lakukan adalah menganalisis kembali apa yang kita lakukan. Gunakanlah catatan-catatan kegagalan untuk memperoleh keuntngan. Intinya jangan pernah kecewa pada kegagalan, sebab perubahan tidak terjadi seketika.

Menangislah jika Perlu Menangis!

Menangis merupakan sesuatu yang sangat biologis. Terkadang dengan menangis semuanya akan terasa lebih baik. Jika menangis bisa membuat kita merasa lebih ringan maka menangislah.

Budayakan Sikap Memberi!

Kerelaan kita terhadap orang lain tercermin ketika kita mampu memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki.

Semangat memberi akan membuat hati kita lebih bahagia. Berilah sedikit dari apa yang kita miliki kepada orang yang membutuhkannya, maka kita tidak saja mendapat keuntungan, akan tetapi  kita akan merasa puas dalam hati karena mampu memberikan sesuatu pada orang lain.

Jangan Egois Dong, Sayang!

Bukan hal yang aneh jika pada masa saat  ini banyak orang yang semau gue. Kondisi ini telah membuat lingungan menjadi individualis dan egois.

Adanya sikap egois ini karena kecenderugan kei nginan harga diri yang erasa lebih tinggi daripada orang lain. Sehingga apapun akan dilakukan guna memenhi keinginan dan kepentingan dirinya sendiri.

Jika Bahagia Adalah Pilihan Kita

Setiap orang pasti menginginkan dirinya bahagia. Kita juga menyadari bahwa dengan mengubah sikap terhadap diri sendiri dan lingkungan hidup bahagia akan teraih.

Bergaul Dengan Benar!

Jika kita sudah yakin kalau pergaulan tidak akan menggelapkan mata untuk berpaling dari apa yang sudah kita yakini benar, maka bergaullah dengan semua orang.

Belajar Dari Masa Lalu.

Ada 2 unsur yang terkandung dalam sejarah. Yaitu waktu dan kejadian. Banyak sekali orang yang tidak dapat enerima masa lalu sehingga tumbuh dipikarannya tentang kenangan masa lalunya yang mungkin hanya akan membuatnya rapuh.

Masa lalu adalah jejak pelajaran yang siap diserap makna positifnya. Masa lalu adalah cerminan kita dahulu. Masa lalu jadi pedoman kita untuk melangkah di masa depan.

Minta Maaf Nggak yaaaa……..?! Malu euy…Takut euy…

H+2 dari lebaran tahun lalu. Aku berangkat ke kota baruku. Kota baru tempat aku hendak menimba ilmu di jenjang perguruan tinggi. Pengumuman penerimaan dua bulan lalu ternyata tak memberi kesempatan padaku untuk mendapatkan tiket kereta api setidaknya H+6 dari lebaran. Bisa dibayangkan betapa susahnya mendapatkan tiket di musim lebaran seperti itu. Harga tiket melambung tinggi. Berkali-kali lipat melambungnya. Apalagi jika harus bernego dengan para penjual tiket gadungan alias calo. Harga tak akan  tanggung-tanggung tingginya. Berkali kali kali kali lipat. Ketika tanya ke petugas tiket di stasiun, tiket yang masih ada maksimal H+2 setelah lebaran. Dahsyat!! Merenggut kebersamaan lebaran bersama keluarga. Namun, satu-satunya jalan yang harus diambil ya memang begitu.

Mengapa tidak pakai bus atau trevel atau pesawat aja??

Alasannya, pasti harganya melambung tinggi juga. Kalau pakai bus bisa dibayangkan waktunya pasti sangat lama. Aku dari Kebumen boo..perjalanan normal yang pernah aku tempuh pakai bus aja 13 jam di musim sekolah. Musim lebaran?? Apalagi..lebih lama. Macet!! Pastinya..Uft..

Travel?? Boleh juga sii..tapi..ah..nggak kepikiran teh waktu itu kalau sebaiknya milih naik travel aja. Huhu…cediiih..-_-

Pesawat?? Ah..senyum ngejek aja deh. Kotaku bukan kota besar. Nggak ada bandara boo..Kalau mau naik pesawat kudu ke Jogja dulu. Dan itu makan waktu 5 jam buat sampai Jogja. Huhu..

Kendaraan yang praktis, ekonomis dan anti macet yaa cuma kereta. Biarpun bukan kereta kencana atau kereta kuda, tetep aja namanya kereta. Orang-orang kotaku sering nyebutnya sepur.

Parahnya lagi. Karena saking gugupnya waktu beli tiket tuh. Sampai aku sendiri melupakan sesuatu yang sebenarnya sangat membantuku. Aku cuma beli tiket sebiji sodara-sodara. Huhu.. Berangkat berarti harus sendiri. Ya!! Sendiri. Nelongsone Gustii…

Malam idul fitri.

Takbir bergema di seluruh jagat.

Tuhan..terimakasih masih memberiku kesempatan untuk menjumpai Idul Fitri lagi.

Syukur tiada terkira ketika takbir itu secara nyata berdengung syahdu nan merdu di telingaku. Menabuh gendang telinga yang tak seberapa besarnya. Namun jika kehilangan, menderita sudah kita.

Hati semakin tak menentu ketika subuh tiba. Manusia sejagat berbondong-bondong ke masjid dan lapangan. Berjamaah penuh syukur dalam shalat Idul Fitri. Menggemakan takbir bersama-sama. Mendengarkan khutbah khas Idul Fitri yang setiap tahun pasti isinya sama. Ah..namun aku tak pernah bosan mendengarnya. Aku sangat menyukainya. Lantas, bersalam-salaman saling bermaaf-maafan.

Usai dari masjid. Aku dan kedua adikku bersungkem ke bapa dan ibu. Tak kuduga sebelumnya, air mata kembali menetes di tanggal yang sama, pada orang yang sama, dalam moment yang sama, dan dalam penyesalan yang sama. Apalagi, kalau ingat besok hari harus bergegas ke Bandung. Ya..Bandung, kotaku saat ini. Tanah Sunda tempat aku menginjakan kaki saat ini.

Ibuku memelukku, menciumi pipiku kanan dan kiri. Tak lupa memberiku angpau berisi uang yang rutin diberikan di moent ini. Hehe..biarpun sudah segede ini, tapi moment angpau putihlah yang masih sering ditunggu.:D #Ah, jujur sekali.

Usai sungkem ke ibu dan bapa. Aku langsung kabur ke rumah simbah putriku. Tentu saja. Simbah putri sudah sangat menanti cucu-cucu kesayangannya datang.

Cucu-cucu simbah sudah sungkem semua, tersisa aku seorang. Terlintas ide jail, otak bekerja maksimal. Cek pengait di kanan, kiri, tengah dan seluruh bagian. Sip!! Siap!!

Aku jongkok ke simbah putriku. Dan mulai berucap pelan-pelan.

“Badanan mbah..kulo ngaturaken sedoyo lepat nyuwun ngapunten. Kulo ndodok panjenengan ndekem, ora dikei duit, tek antem..”

Pemirsa yang berada di rumah simbah meledak ketawanya. Termasuk simbahku. Beliau menjawil pipiku sayang. Moment yang sakral aku pecah dengan candaan. Suara bersliweran dipojok-pojok rumah simbah. Hihi…maaf ya simbah sayang..Aku mengulangi dengan serius. Simbah tersenyum manis sekali. Walau giginya tak utuh lagi, bibirnya tak klimis lagi, pipinya tak mulus lagi, tapi tetap saja, simbah termanis nan cantik yang aku miliki. J

Usai bersungkem-sungkem ria. Ketupat, opor, gulai, dan kawan-kawannya yang berbau kolesterol nan tinggi itu terhidang. Ah..masakan khas lebaran. Tangan-tangan mencomot. Makan sambil terus menikmati kelezatan yang tiada duanya. Hanya ada di moment lebaran untuk mendapatkan rasa ketupat yang Hmm…Yummi sekaleee. Aku rasa, kalian semua setuju. Yaa kan?? Udah ngaku aja deeh. 😛

Gelak tawa, gurau canda, tangis ceria, suka cita, berbaur jadi satu bak es doger dengan berbagai isi. Moment yang aku rekam dalam-dalam di hati, otak dan jiwaku. Dan akan membukanya tiap kali aku mau dan aku rindu.

Usai prosesi makan dan dimakan, simbah mendekatiku. Menyellipkan angpau putih ke tanganku.

Aku yang terbiasa seperti tak terbiasa lagi.

Aku menolaknya dan mengembalikan ke simbahku lagi.

“Buat simbah saja..Udah gede harusnya kan aku yang ngasih simbah, eh tapi malahan belum bisa kasih juga..huhuhu…”

Simbah putri hanya tersenyum dan menerima tolakanku. Aku mencium pipinya yang kempot. Simbah menjawil pipiku lagi.

Ah..pokoknya segala kerinduan di hari lebaran jelas terekam. Ada aja ya tiap detik dosa yang dilakukan. Baru aja minta maaf, eh bikin dosa lagi, terus dengan alasan mumpung masih lebaran, minta maaf lagi deh, begitu terus selanjutnya. 😀

***

Hari yang sebenarnya tak ditunggu datang juga. Tepat sekali hari Rabu tertanggal 22 Agustus 2012.

Hari yang merenggut kebahagiaan dan kebersamaanku dan keluargaku. Hari yang membuatku deg-degan tak karuan. Ah….nggak kebayang bakal jauh sama ibu, sama bapa, sama adik, kerabat, teman dari SD sampai SMK. Arggghh..rasanya pengen jadi anak-anak ajaa..biar nggak kayak gitu, biar kalau pergi pasti ada yang nemenin, biar kalau main ada yang nemenin juga, biar kalau lagi sebel ada yang disebelin. Huhu..sedih!!Hikz.

Ibu mengecek segala bekal yang harus aku bawa. Mulai dari yang paling nggak pernah aku pikirkan sampai yang membuat aku puyeng nggak karuan.

Jam menunjukan pukul 08.00 WIB. Aku harus berangkat ke stasiun. Aku pamit ke bapakku yang paling ganteng dikeluargaku. (Ssst…coz ibu, aku dan kedua adikku cewe semua):D. Ibu dan adikku mengantarkanku ke stasiun.

Stasiun masih sepi. Ada sih manusia, tapi yaa..Cuma dikit doang. Maklum, mereka yang suka berlalu lalang di kereta api pasti masih menikmati moment lebaran. Kami menunggu di koridor stasiun yang panjang. Kursi tunggu masih banyak yang kosong. Aku duduk menghimpit ibuku sayang. Menyandar di bahunya.

09.00

Ah..4 menit lagi kereta berangkat. Aku mulai melangkah ke dalam. Kusalami tangan ibuku. Beliau menciumku hangat. Matanya memedar. Seperti menahan airmata yang hendak jatuh ke tanah. Aku mulai melangkah. Adikku membantuku membawa barang bawaanku ke dalam.

Nggak kebayang benar-benar nggak kebayang. Pergi ke kota yang benar-benar belum sempat aku mengenalnya lebih dalam, namun sekarang harus menyambanginya tanpa kawal.  Sendirian membawa barang-barang.

Kereta datang. Aku menoleh ke ibuku. Beliau berucap dengan suaranya yang tak lagi ku dengar

Hati-hati..jaga kesehatan, jaga diri, semangat anakku!!

Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kereta. Bayangan ibuku perlahan mulai hilang, seiring berjalannya kereta yang terus menjauh ke arah barat kotaku yang penuh kenangan.

Selamat tinggal ibu, selamat tinggal bapa, selamat tinggal adikku. Selamat tinggal kenangan-kenanganku yang terus terserak di bumi kelahiranku.

Kereta terus melaju. Sesekali berhenti di stasiun-stasiun menunggu kereta api bisnis lewat terlebih dulu. Menunggu kereta-kereta exekutif lewat dulu. Maklum, kereta yang aku naiki saat itu kereta ekonomi yang irit ongkos. J. Tapi aku suka. Suka sekali. Walau sering terganggu ketika penjual-penjual asongan berjejalan masuk menawarkan dagangan

Kopi anget ..aqua..sprite..

Nasi anget neng..nasi anget…

Rambutan…sawo…

Strowberry neng..

Neng??

Aku melihat keluar jendela. Ah..pantas saja sudah memasuki Jawa Barat. Aroma Sunda sudah mulai terasa. Menggegerkan telinga dengan tawaran-tawaran jajanannya. Ah berarti tadi, aku tertidur lama.

Aku melihat jam tangan. 3 jam lagi sampai.

Ah..perutku mulai keroncongan. Irama musik di lambungku mulai menunjukan bakatnya. Drumnya sedikit demi sedikit di tabuh. Senar-senar dawai mulai dipetik perlahan. Ah..padu sekali dengan ditambah suara ngik-ngik mesin kereta tua.

“Bu..pecelnya satu, jangan pakai bunga, jangan pakai bayam, jangan pakai toge ya bu..”

“Iya neng…diantos sakedap nya..”

Aku menganggu. Menunggu sang ibu penjual pecel meracik pesananku.

“Ini neng..”

“Berapa bu?”

“5 ribu..”

“Ini bu..”, kataku sambil menyerahkan selembar uang 5 ribuan.

“Nuhun neng..”

“Sami-sami ..”

Irama di perutku mulai berhenti. Pengisian bahan bakar. Semua alat musik harus dimatikan. Karena dapat mengganggu kenyamanan dan keamanan.

Aku makan perlahan. Belepotan dengan sambal yang pedasnya menggelegar. Tapi tetap saja. Sambal itu bumbu yang menggoyang.

Srrrrrrtttt….

Mantap surantap!!

Satu pincuk pecel habis.

Semenit, dua menit….10 menit..

Aku diam. Seperti mendengar suara radio rusak dari dalam perutku.

Ash…sial!! Aku lupa. Argh….selalu saja.

Baru pedes dikit doang. Dinding-dinding lambung mulai berdenyut tak karuan.

Arggghhh..perih….Perutku sayang..plissss ngertiin aku yaa..pliss…

Menahan rasa sakit nan perih di organ tubuhku.

Ah..aku lalai pesan ibuku. Perutku sensitif sekali dengan makanan pedas.

Aku memejamkan mata. Dan kembali tertidur.

Sawo-sawo..strawberry…

Strawberry neng…

Aku terbangun lagi gara-gara suara penjaja buah yang aduhai sekali suaranya. Menggelegar keras menembus peron kereta api.

Ah, cuci muka dulu biar nggak panik.

Aku berjalan ke kamar mandi kereta. Baru saja membuka pintu. Sepoi amoniak mencegat langkahku.

Dongkol tak karuan.

Siapa sih yang baru saja buang hajat? Siapa sih yang baru saja pipis. Air aja ada melimpah di ember, cuma mengguyur kotorannya sendiri saja ogah.  Benar-benar membuang nafsuku buat cuci muka hilang. Padahal tulisan di dinding kamar mandi jelas sekali terbaca. JAGALAH KEBERSIHAN. Ini mah bukan menjaga kebersihan, tapi mencemari kebersihan dan kenyamanan.

Aku membalikkan badan. Kembali duduk di deretan kursi tadi.

Masih dengan sumpah serapah yang mengganjal. Dongkol bin prihatin.

Andai aja aku punya handphone yang ada kamar mandinya. Nggak perlu dongkol gini gara-gara mencium bau menyan dari kotoran dan pipis manusia. Tinggal pencet aplikasinya, lalu masuk dan legaa…lagi-lagi tanpa bau menyan pesing manusia-manusia lain yang tak mau mengguyur kotorannya sendiri.

Aku terus saja memainkan HP nokia 1200 ku.

Sesekali melihat jam.

Pemukiman-pemukiman mulai berjajar rapi di sepanjang rel kereta api.

Ah…Kiaracondong sebentar lagi.

Benar saja. Kereta mulai perlahan berjalan. Lalu berhenti. Penumpang-penumpang berjejalan keluar. Ah lagi-lagi prihatin ngliyatnya.

Padahal ini tempat pemberhentian kereta terahir. Dan kereta akan berjalan nanti jam 21.30, Ah..betapa tak sabarannya mereka.

Pintu sudah agak sepi. Giliranku turun.

Okey!!

Welcome to the Bandung Aiz!!

Pelabuhanmu untuk beberapa tahun kedepan aiz!! SEMANGAT ya!!

Aku membuka mataku lebih lebar. Aku datang menyambut zaman. Hahaha..:D.

Aku terseok-seok membawa tas segede kulkas ukuran mini. Belum lagi tas punggungku. Ah…bener-bener terlihat seperti boyongan. Supir taksi menawarkan jasanya. Abang becak menawarkan tumpangannya. Abang angkot juga. Haduh….ribet..nggak tau apa bang..aku lagi menanti pangeran berkuda biru…#emang ada? Haha:D

Nampaknya becak pilihan yang tepat.

“Mang…sampai ujung jalan layang ya..”

Muhuun neng..”

Pedoman jalanku Cuma satau. Naik angkutan warna biru, jurusan Margahayu Raya-Ledeng, terus turun di Panorama,  jalan nglewatin masjid Darut Tauhid. Di sebelah baratnya masjid ada gang Darmawinata masuk, lewat FPMIPA, terus ada gang berterali besi, gang cempaka, masuk aja, belok kiri, terus belok kanan, rumah nomor 117.

“Sudah sampai neng..”

“Berapa mang?”

“15 ribu neng..”

“Hah…dari sana ke sini doang 15 ribu mang? Mahal amat ya..”

“Musim lebaran neng..”

Aku kasih si mang tukang becak selembar uang sepuluh ribuan dan selembar uang lima ribuan. Lantas aku nunggu siangkot biru berhenti lalu membawaku ke panorama.

Sungguh lah, sangat melelahkan, pakai sekali. Puyeng pula. Yang ada saat itu Cuma ngeluh ngeluh..ngeluuuuuuuh aja.

Tepat pukul 18.06 WIB, aku sampai di kostan baruku. Ibu kostku menyambut dengan sangaaaat ramah. Menyuguhkan aku minum. Membawakan barang bawaanku ke kamarku di lantai atas. Mengantarkan makan untukku tiap kali waktu makan. Ya iyalah warung-warung kan belum ada yang buka. 😀

Adaptasi dimulai. Batuk, flu menyerang. Badan sedang melakukan aklimatisasi ke daerah bersuhu dingin ini. Tahu sendiri kan, Kebumen itu panasyh!! Sangat!! Sedang Bandung? Dinginn meradang.

Flu benar-benar menyerang. Tiap kali minum pasti kebelet pipis. Jadi hampir tiap waktu ke kamar mandi muluu. Menderita sekali.

Bandung masih sepi. Aku pun masih kesepian menanti kamar kostku yang tak kunjung datang. Fani. Mojang Banjar. Teman satu kamarku. Dan Putri, teman kamar sebelah.

Sehari-hari hanya mengoprasikan komputer saja. Mengakses situs-situs di internet dengan wifi yang bocor. Hehe 😀

Internet gratis.

Tak berapa lama, Fani dan Putripunakhirnya datang. Menemani hari-hariku kedepan.

“Fan..ibu kostnya baik banget tahu. Kemarin aja ya aku dikasih makan, minum, makanan ringan cobaa…baikk banget..”

“Alhamdulillah…”

Aku, Fani dan Putri seiring berjalannya waktu semakin bisa menilai sesama, mencoba saling mengerti dan memahami.

Sayang. Aku yang satu jurusan dengan Fani malahan beda kelas. Dengan Putri beda jurusan. Dia keperawatan.

Waktu terus berjalan. Telinga mulai akrab dengan kata-kata sunda. Tugas-tugas mulai menumpuk bak Gunung Kilimanjaro di Afrika sana.

Teman-teman mulai banyak berdatangan untuk berbagi ilmu dan mengerjakan tugas.

Keanehan-keanehan mulai terjadi.

Suatu ketika ibu kost menegur kami,

“Neng, kalau bawa temen jangan banyak-banyak ya..maksimal 2 aja. Takut roboh. Soalnya lantainya kan dari kayu, belum di cor neng..”

“Oh iya bu…”

Aku dan Fani saling memandang.

Sambil berucap lirih di kamar.

“Jadi ini teh belum di cor? Gila aja!!”

“Heran…”

Ibu kost dengan anaknya yang emang hobinya ngegosip, makin digosok makin sip . Mulai mengganggu ketentraman habitat kami. Ia mulai membicarakan kami. Dan itu sangat jelas terdengar dari atas. Ah..kata-katanya banyak membuat kita sakit hati.

Hal tersebut adalah awal dari tragedi yang membuat kita jadi teruus berprasangka buruk ke ibu kost. Menyumpah serapah yang sebenarnya tiada gunanya.

Suatu ketika ada tugas membuat peta kalau nggak salah. Mereka sms ke salah satu diantara kita berdua (fani, aku), karena peringatan yang di ultimatumkan ibu kost itu, sms pun tak ada yang dibalas.

“Giamana dong iz..”

“Atuh ya..gimana?? ntar ibu kost ngomel lagi, ngomongin kita lagi dibawah.. nyeri hati tau nggak..”

“Iyya emang iz, apalagi bahasa Sundanya kasar.”

Tiba-tiba, tanpa babibu..

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam..”

3 orang sekaligus datang. Aku dan fani saling lirik bingung bin nggak ngerti harus berbuat apa.

Baru 30 menit berselang.

“Assalamualaikum..”

“Waalaikumsalam…”

Oh nooo….4 orang datang lagi. Argghh!! Pasti ngomel lagi, pasti ngomel lagi tuh si nenek kost!!

Aku dan fani saling memandang pasrah.

Tepat jam 10 mereka pulang.

Pagi harinya suara-suara dengusan ibu kost kembali menabuh gendang telinga kami.

Awalnya kami udah memutuskan buat nggak menggubrisnya lagi. Namun lama kelamaan semakin membuat gendang telinga makin sering berdendang. Hati semakin redup nyala dag dig dug penuh kekhawatiran.

Suatu ketika temen aku kepengen banget buang air kecil, ia pun langsung ke kamar mandi. Eh eh eh..pagi harinya si empunya kost langsung memasang iklan di pintu kamar mandi

“MAAF BUKAN WC UMUM!! YANG BOLEH MENGGUNAKAN HANYA YANG KOST DISINI.”

Ih…nggak berperikemanusiaan banget si ibu kost. Kalau temen aku kepengen pipis giman coba. Kalau pengen BAB gimana coba? Harus ditahan biar jadi penyakit?? Hah!!

Hatiku makin geram. Hingga suatu ketika tiba di permasalahan puncak yyang membuat kita benar-benar bagai di kandang singa. Tersiksa lahir batin. Membuat kita jadi nggak betah di kost ini.

Ah..bener-bener nggak enaaak banget. Fisik mah nggak terluka, tapi batin..terluka terlampau dalam.

Aku dan Fani saling berprasangka makin nggak karuan ke ibu kost.

“Atuuuh..kita kan udah bayar. Listrik juga tiap awal bulan, nggak telat tuh bayarnya. Masih aja ngomel..”

“Iyya…dulu mah awal-awal baik..lama-lama menikam. Apa sih maunya..”

Dan berbagai cercaan lain yang kami lontarkan ke ibu kost. Hingga pada akhirnya Fani pindah kost, ikut bareng kakaknya.

Dan resmilah saat itu aku terkungkung berdua dengan Putri.

Fani pergi. Aku dan Putri. Kekuatan yang tersisa.

Aku dan dia masih bisa bertahan disini. Diruah nan penuh kata-kata menyiksa.

Hati ini masih perih banget kalau inget ucapan-ucapan ibu kost tempo dulu.

Hingga ia berbuat baik padaku, sampai-sampai aku menilai pasti ada maunya. Ah benar saja.

Sungguh aku sudah tak betah disini. Masa Cuma bawa magic com doang bayar listriknya 50.000, padahal dikamar ibu kost, di lantai bawah tiap kamar mereka selalu ada Tvnya yang tiap hari menyala. Betapa nggak adilnya coba, sedang waktuku banyak habis di kampus, bukan kostan, jadi secara tidak langsung itu menunjukan kalau yang boros listrik tuh yang punya kostnya.

Huft. Pengen banget nampar mulutnya yang sok manis di depan kita.

Sampai-sampai aku nangis sendiri kalau inget cercaan mereka terhadapku dan fani dulu. Lemes banget mulutnya. Apalagi kata-katanya kasar. Bagaimana tidak coba. Aing sia.. kasar kaan. Itu slah satu kata-kata yang sering mereka konsumsi untuk mencerca kami. Bahkan obrolan tiap hari dengan anaknya pun sering pake kata-kata tersebut.

Sakit hati?? BANGET!!

Tapi kan sayang kalau pindah kost sekarang, kontraknya masih ada. Apalagi uang kost tuh udah dibayar setahun. Rugi dong kalau pindahnya sekarang ini.

Aku coba bertahan sampai saat ini. Menata hati yang sudah diporak-porandakan ibu kost.

Sikapnya yang menjadi lain saat ini, membuatku jadi nggak peka lagi.

Prasangka-prasangka buruk gemar menghampiri. Walau sebenarnya ibu kost sedang berbuat baik buatku. Lebih tepatnya mungkin aku sudah menjudge dia.

Tapi sungguh. Hati lelah. Batin capek. Udah fisik terforsir tiap hari pula. Benar-benar down di ujung harapan.

Hingga tanpa disadari tiba-tiba saja ada seuntai kalimatdatang menghampiri

“Saat orang lain melempar kau dengan batu, jangan balas kau melemparnya dengan batu, tapi lemparlah dengan anggur. Ketika orang lain membuatmu menangis, maka buatlah dia olehmu ketawa. Terkadang memang banyak sekali keburukan yang dibalas dengan keburukan juga. Namun masih ada seorang yang membalas keburukan itu dengan kebaikan. Apakah kau salah satu pembalas kebaikan itu?? Jangan diingat-ingat keburukan yang telah dia lakukan padamu. Ingat-ingat saja kebaikannya..Sehingga kau pun akan terdorong untuk membalas kebaikan-kebaikan orang tersebut yang telah di lakukan untuk kita..”

Aku terpejam. Akankah aku biarkan batinku lelah dengan terus berprasangka buruk? Padahal manusia kan nggak selamanya berbuat buruk ke ita. Hakikat hidup juga kan, jikalau ada yang menyenangi ada juga yang membenci. Bahkan sering sekali cinta, kasih sayang, dan persahabatan dimulai dari saling membenci.

Aku terpejam lebih dalam. Aku harus bisa minta maaf ke mereka. Walaupun nggak harus bilang apa salahku ke mereka.

Hari itu aku putuskan untuk bayar listrik ke ibu kost.

“Ibu..punten ya bu, baru bayar listrik…baru ada uang bu…”

“Iyya..nggak apa-apa neng, lagian tanggal 10nya masih lama juga. Nggak apa-apa kok..”

Otakku merangsang sgnal ingin berburuk sangka. Namun jiwa menepis untuk tetap berbaik sangka.

“Oya neng punten, neng au lanjut kost disini atau mau pindah neng?”

“Pindah ibu….mau cari yang lebih murah..”

“Oh iya neng nggak apa-apa…terus selesainya kapan neng?”

“Selesai kontraknya maksudnya bu?”

“Iyya neng..”

“Waktu itu kan mulai agustus ya bu..jadi akhirnya Juli kan bu..”

“Iyya neng..tapi punten ya neng, kalau akhirnya juni gimna neng..kan kamar mau dicat lagi. Mau di renovasi lagi. Kan bakal ada yang nempatin lagi…”

Aku terheran…

Kok gitu siih…

Tapi aku tipe orang yang nggak suka ambil pusing. Nggak mau bikin ruwet masalah.

“Owh gitu…ya sudah bu..besok bu..akhir juni kan..”

“Iyya neng…”

Aku terdiam….

“Bu…”

“Iya neng…”

Aku memantapkan hatiku. Benar-benar sungguh-sungguh kali itu aku berkata.

“Kalau Aiz punya salah mohon dimaafkan ya bu….”

“Iya neng…sama-sama ya neng…ibu juga minta maaf…”

“Sekali lagi mohon maaf ya bu bayar listriknya telat…..”

“Nggak apa-apa kok neng nggak apa-apa…”

Aku menangkap rona elok di wajah ibu kostku.

Aku pun kembali ke kamarku dengan perasaanyang lega karena sudah meminta maaf.

Ternyata beban itu yang membuat jalanku terus terseok-seok. Berat untuk meminta maaf. Namun ketika keputusan untuk meminta maaf itu tercapai, hati begitu lega. Jalan tak lagi terseok. Satu bom moloton sudah meledak. Telor ayam sudah pecah. Awan bergeser membuka jalan sinar mentari ke bumi.

Aku menangis. Menangis bahagia telah mampu meminta maaf terlebih dulu.

Sesuap Nasi Buat Adikku

Ia menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. Dihela nafasnya begitu panjang. Berdiri. Lalu dihempaskan tangan mungilnya. Airmatanya mulai menetes perlahan. Suara sesenggukan mengiringi hatinya yang terasa terkikis teriris.

Ibunya baru saja mati tertabrak truk pembawa pasir saat menyabrang ke pasar. Bapaknya pergi entah kemana semenjak tiga tahun lalu. Kebiasaan bapaknya yang suka ngamuk membuatnya harus turun ke jalan mengemis uang ke rakyat di jalanan. Keinginan untuk sekolah pun pupus. Tak dipikirkan lagi sekarang.

Digandengnya adiknya yang terus merintih kesakitan sambil memegang perutnya yang cacingan, sambil terus berujar..

“Bang…lapaar bang…”

Adiknya yang masih berusia 5 tahun pun tak dapat mengenyam bagaimana indahnya hidup diusianya yang dalam kenyataan pada umumnya penuh dengan gelak tawa, canda, mainan-mainan lucu, hiburan komedi putar. Ah..jangankan beli tiket untuk komedi putar, untuk makan saja kadang tak cukup.

Ia usap air matanya. Ia berhenti berjalan. Di lihatnya adiknya lekat-lekat. Matanya tajam penuh kasih sayang difokuskan pada mata adiknya.

“Dek, sabar ya..kita nyari uang dulu buat makan..”

“Tapi ade lapar bang, lapaar…”

Diusap wajah adiknya yang kusut berdebu. Matanya cekung penuh penderitaan.

Ah..kenapa nasib seperti ini menimpaku. Menimpa aku dan adikku. Merenggut kebahagiaan yang harusnya kami dapatkan. Tuhan…Kau lihat kan disana banyak orang kaya dengan rumah bergedung-gedung tapi tak sedikitpun mereka simpati kepada kami. Setidaknya memberi sedikit makaan saja. Tapi apaa Tuhan?..justru ketika kami datangi rumah mereka, kami diusir bak manusia yang menjijikan. Seperti tak ada ruang bagi kami untuk mencicipi kemegahan rumahnya saja. Ah..betapa sakit hatinya Tuhaan..

Ia pandangi rumah megah disisi kanan dan kirinya. Semua berpagar besi nan tinggi menjulang. Di halamannya terjejer mobil-mobil mewah lagi mahal.

Kapaan aku bisa merasakan hidup di rumah bergedung mewah itu? Bisa makan pakai ayam. Minum jus warna orange. Berjebur-jeburan di air yang bersih. Mainan mobil-mobilan. Dan tentu saja, orang kaya pasti tak hanya berlibur ke alun-alun kota untuk naik komedi putar.

Khayalannya mengantarkan ia sampai ke perempatan jalan yang sangat ramai dengan mobil, truk, bus dan berbagai kendaraan lain yang sedang berlalu lalang. Ia menggandeng adiknya menyebrang jalan. Kalakson berbunyi bersahut-sahutan.

“Woy!!! Bocah!! Cari mati lo ya!! Nyabrang tuh liat-liat!! Goblok!!”

“Maaf bapa..maaf”

Ia cepat-cepat berjalan, tak mempedulikan sumpah serapah pengendara mobil mewah merek Avanza. Lagi-lagi dibunyikannya klakson keras-keras.

“Dasar bocah!! Nyabrang nggak liat-liat. Nggak punya mata apa. Kurangajar!!”

“Sudahlah…supir lagi pa..Nggak baik ngendarain mobil sambil marah-marah.”

“Gimana nggak marah-marah ma..kalau ketabrak, terus mati. Siapa yang rugi? Kita ma. Kucel lagi”

Wanita yang dipanggilnya mama hanya geleng-geleng kepala saja. Lalu kembali menari-narikan tangannya di buku yang sedang dibacanya.

Jantungnya masih berdegup kencang. Wajahnya dan wajah adiknya pucat pasi.

“Bang…belum dapet uang ya bang? Ade lapaar bang…”

“Yuk kesana dek, kita ngamen lagi. Moga aja dapet dek..yuk…”

Ia datangi mobil yang sedang terjebak lampu merah satu persatu. Mendengungkan suara yang tak beraturan. Irama acak adut tak karuan diiringi musik dari tutup botol sosro yang sudah digepengkan terus mengalir seumpama radio rusak yang tak berharga namun dipaksakan bersuara. Nadanya menyimbolkan perutnya yang sudah semakin perih menahan lapar.

Sudah 5 mobil tak membukakan kaca jendela mobilnya hanya untuk memberikan uang receh saja. Hanya memberikan gelengan kepala tak mempedulikan. Ia tak menyerah. Merah berubah menjadi hijau. Ia minggir ke bahu jalan. Mobil kembali berjalan. Sang sopir menginjak gasnya perlahan, lalu kencang. Tanpa mempedulikan ada anak yang dari kemarin belum makan. Kasihan!!

Lampu kembali merah. Anak tadi kembali turun ke jalan. Namun justeru ia urungkan niatnya mendatangi kembali jendela mobil-mobil yang berjejer berhenti. Ia pandangi nenek tua yang ketakutan hendak menyabrang jalan.

“Dek, tunggu disana, abang ke seberang dulu sebentar.”

Aiknya menganggukan kepala. Lalu berjalan ke bahu jalan. Sedang ia berlari ke arah nenek tua itu.

“Nenek, mau nyebrang?”

Nenek tua itu memandangi anak dengan baju lusuh penuh debu dan keringat.

“Rampok…rampok….”

Tiba-tiba nenek itu menjerit ketakutan. Sambil terus memegang kencang-kencang tasnya yang besar beserta bahan belanjaan yang merepotkannya berjalan.

Malang nian nasib anak itu. Niat baik untuk menolongnya justru disangka rampok.

Anak itu kebingungan. Orang-orang yang sedang berada di pinggiran jalan. Preman-preman yang sedang main gaple di bawah pohon rindang menoleh sambil berlari mengejar.

“Woy…Berhenti!! Woy”

Disambarnya adiknya untuk ikut berlari mengiringinya. Ia terus berlari dan teruuuus berlari. Hingga suara hentakan kakai-kaki yang mengejarnya hilang. Ia sembunyi didekat tumpukan kardus nan tinggi menjulang. Di pemukiman kumuh penuh sampah dan penyakit yang menjijikan.

“Bang…adik capek bang..kenapa abang lari bang? Abang mencuri?”

Bocah yang dipanggilnya abang menggeleng. Lalu berkata perlahan terengah-engah.

“Abang tadinya mau nolongin orangtua tadi yang sedang nyebrang. Ia tampak ketakutan dan barang belanjaanya yang banyak itu membuatnya susah berjalan. Tapi malah abang diteriakin rampok olehnya.”

Ia menunduk. Dipeluknya abangnya yang bersimbah keringat karena kelelahan berlari menghindar amukan masa.

“Bang…kenapa orang-orang jahat ke kita ya bang? Kita kan nggak bikin salah apa-apa bang. Bang..abang sabar ya bang…”

Diusapnya rambut adik perempuannya yang lusuh dan kusam. Dipeluknya erat-erat penuh kasih sayang.

“Dek, adek masih lapar yaa?? Maaf ya dek abang belum dapat uang..”

“Bang..kenapa ya bang orang-orang yang punya mobil besar-besar tak sedikitpun kasihan?”

Adiknya terus menjejali dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat hati kakaknya menangis pilu. Dituntunnya lagi adiknya menyusuri jalan tikus di perumahan kumuh. Tumpukan sampah di depannya seolah-olah menjadi sumber di bangunnya perumahan-perumahan kumuh ini.

Mencari sampah. Lalu dijual. Satu-satunya cara adikku bisa makan.

“Dek, mau bantuin abang?”

“Apa bang?”

“Kita nyari sampah yang bisa dijual, biar nanti kita bisa makan yaa..”

Adiknya mengangguk.

Baru saja hendak melangkahkan kaki ke tumpukan sampah yang setinggi gunung kilimanjaro. Suara besar berserak menakutkan menghadang.

“Ini wilayah kami. Pergi kamu bocah!!”

“Tapi bang, kita belum makan dari kemarin bang..kita mau cari sampah terus dijual buat beli makan baang…”

“Peduli amat…pergi atau mati!”

Sang bocah membelalakan matanya. Lalu bergegas cepat-cepat berbalik arah. Keluar dari perumahan kumuh.

“Bang..capek bang..pengen minum bang…”

Ia pandangi bangunan disekelilingnya. Matanya sekarang fokus pada sebuah masjid megah.

“Kita minum air wudhu di masjid sana ya dek..”

Ia berjalan ke masjid. Ah..lagi-lagi.

“Heh..mau nyolong ya. Pergi sana!”

“Nggak bang..kita mau ke kamar mandi sana bang..”

“Halah alasan. Sudah hapal gue ke bocah-bocah kayak lo lo pade, nggak usah berkelit. Masih kecil sudah belajar nyolong. Mau jadi apa lo besok hah!! Sudah sana pergi! Jijik gue liatnya. Mesjid tuh tempat suci, bukan tempat kalian yang najis-najis gini”

Amarahnya yang sudah tertahan semenjak ia berada di jalanan memuncak. Tak bisa di bendung lagi. Ia ngomong sambil mengeraskan suaranya. Jarinya terus bergerak sambil menunjuk-nunjuk orang tadi.

“Heh Bang. Curiga saya jangan-jangan abang juga orang yang penuh najis ya bang? Makannya di suruh jagain pintu gerbang masjid? Enak aja ngata-ngatain kita najis. Kalau saya najis abang juga najis. Kami kesini bukan buat mencuri atau nyolong atau maling bang. Kita dari kemarin belum makan, seteguk minumpun belum kami dapatkan. “

“Kurangajar sekali kau bocah, berani-beraninya ngata-ngatain saya..”

“Apa bang, nggak terima hah!! Marah hah!! Dasar manusia tak punya hati!!”

Tangan penjaga gerbang itu iya layangkan ke udara hendak menampar mulut anak kecil tadi. Orang-orang dimasjid keluar mendengar keributan.

Seorang tetua masjid menangkap tangan penjaga gerbang yang hampir mendarat ke wajah anak itu.

Tetua itu menggelengkan kepala pada penjaga gerbang tadi.

“Jangan ditampar. Kasihan!!”

“Tapi romo kyai….mereka mau..”

“Jangan mudah berprasangka buruk pada orang lain, dosa!!” katanya lembut penuh kewibawaan.

Anak tadi hanya diam memendam wajah lusuh yang bercampur dengan airmata melawan tadi.

Sang kyai menuntun dua anak itu.

“Ayo, ikut romo..”

Ia menggeleng ketakutan.

“Jangan takut nak, tak ada yang akan melukaimu.”

Sang anak melihat nanar ke wajah penjaga gerbang. Sang kyai menangkap arti dari pandangan anak tersebut.

“Dia tak akan melukaimu..”

Penjaga gerbang tersebut hanya diam menunduk.

“Ayo, ikut romo kedalam..kalian pasti belum makan kan? Romo punya makan yang enak untuk kalian..”

Wajah kedua anak tersebut bercahaya penuh binaran kebahagiaan.

Mereka mengikuti langkah sang kyai.

“Ayo sini nak masuk, cuci tangan dan kakimu di kran itu.”

Mereapun mematuhi perintah sang kyai. Lalu mengikuti langkahnya.

Sang kyai membuka tutup saji.

Ia terkaget, kedua anak pun terkaget.

“Nasinya tinggal sepiring nak…nggak apa-apa?”

“Nggak apa-apa kakek…Tapi, ini pasti nasi buat makan malam kakek kan? Ntar kakek makan apa?”

Sang Kyai hanya tersenyum.

“Sudah, makanlah!”

Anak yang dipanggil abang mengambil nasi tadi. Ia ingat adiknya. Ia lihat adiknya tengah memegangi perut yang sudah perih.

“Dek, makanlah…lapar kan?”

Adiknya menerima sepiring nasi itu, dimaknnya dengan lahap. Abangnya hanya tersenyum penuh haru. Kyai yang melihat hal ini terheran.

“Nak..kau tak ikut makan?”

“Tak apa kek, yang penting adikku makan kek..”

Sang kakek menitikkan air matanya. Ia ingat masih ada kue yang tersimpan di lemari dapurnya.

Ia berjalan ke arah lemari. Mengambil seluruh kue dan memberikan pada anak malang tadi.

“Makanlah nak…”

“Kakek makan apa? Nasi sudah dimakan adikku, apakah kue ini harus juga dimakan olehku?”

Sang kakek tersenyum penuh keharuan. Sambil terus berujar dan berjalan..

“Tak apa nak..tak apa…….Itu hakmu…”

Anak itu masih terbengong memegang bungkusan kue pemberian kakek tua. Ia pandangi punggung sang kakek terus menjauh darinya dan adiknya. Memasuki kamar gelap nan gulita. 

Tangis Dalam Mimpi

Kau pikir kau siapa hah!!??

Masuk dalam harmoniku?

Masuk menggerogoti mimpi dan harapanku dulu.

Masih ingat kau menghancurkan mimpi-mimpiku yang sudah aku susun rapi sejak aku kecil hah?!

Kau bagai serigala berbulu domba!!

Kau tak pernah melihat betapa perjuangan campuran keringat dan air mataku demi menggapai mimpiku di tangga ke enam. Dimana mimpi itu ada di tangga ketujuh. Kau tak pernah melihat bagaimana harus berkantuk lalu memedarkan penglihatan. Kau tak pernah mengerti arti sebuah mimpi yang aku dobrak sendiri. Bukan karena kau. Kau tak lebih dari virus yang mematikan. Kau masuk pelan lewat celah kecil, lalu menyebar ke organ dalam tubuhku, kau lihat jantungku, dan kau tikam. Dan kau serang organ yang lain hingga membuat terkuyu pilu. Kau manusia bermata hantu. Lalu pelan-pelan kau keluar dan kau tinggalkan ukiran luka indahmu yang tak kau sadari. Aku merasakannya dengan sangat. Heh Kau!! Lihat mata garangku!! Kau tak pernah melihat bagaimana aku harus membanting-banting perasaan yang kau porak porandakan bukan?

Ingat kau ketika mengejekku hah? Ingat kau ketika meremehkanku hah? Ingat kau ketika mencemoohku tepat di hadapanku? Didepan mataku??Ingat kau hah?? Ingat tidak!!

Dan saat itu. Seakan aku ingin buktikan semuanya padamu. Aku tak seperti penilaianmu. Aku mampu melejit dari apa yang tak pernah terfikirkan olehmu. Aku tanggalkan segala kelemahan yang kau cap pada diriku. Kau pikir aku tak punya daya hah? Ya..kau memang virus mematikan. Kau sudah membuatku terkulai lemah, hingga hilang emosi semangatku. Kau menghilangkan daya juangku, ya memang benar..tapi itu tak berlangsung lama padaku. Kau!! Sungguh aku sangat muak jikalau melihat mukamu.

Hingga peremehan yang kau lukis kasar pada diriku tak terbukti. Lejitanku tak mampu kau halangi. Aku murka pada kau!

Dan ternyata usahamu membunuh semangatku tak sampai situ saja yaaa….heran aku juga. Ingat si kuningku yang aku damba dari kecil? Ingat kau hah??? Saat aku membuktikan padamu, saat tulisan di layar cristal itu berbicara bahwa aku mendapatkan tak hanya si kuning saja, tapi juga si biru dan si-X yang belum tahu warnanya saat itu aku. Ternyata kau rongrong hati seorang yang sangat aku percaya semenjak aku lahir. Kau bilang segala kelemahan dan penderitaan kalau aku sampai jadi ambil si kuningku. Hey kau!! Tak rela aku menyaingi anak kebangganmu di singgasana terbaik di negeri ini yaaa!! HAH!!

Dan kau benar-benar merongrongnya. Hingga aku pasrah ketika harus melepaskan si kuning yang sudah dengan susah payah aku dapatkan. Kau biarkan aku menderita penuh kesedihan di bawah kebahagiaan yang kau ciptaan sendiri. Kau manusia  bukan hah!!

Kau tak pernah mengerti arti sebuah mimpiku. Kau tak pernah mengerti bagaimana usahaku yang tak kau ketahui bukan?

Sekarang, ketika pelita kedua orang yang menjadi kepercayaanku, berada pada posisiku yang dulu, kau rayu elok-elok untuk mendapatkan si kuning itu. Kau rayu supaya dapat bagian dari singgasana terbaik itu. Jelita sekali rayuanmu. Hingga orang yang kupercaya sejak lahir itu mengiyakan kehendakmu.

Sungguh, aku sakit hati kau buat begini. Tak usahlah memasuki kehidupan harmoniku yang pelitanya penuh mimpi. Tak usahlah mematikan emosi kami. Siapa kau berani-beraninya berulah demikian?!! Saudara bukan. Tak lebih dari seonggok manusia yang mematikan.

Hingga episod membuatku tahu. Aku dan dua pelita yang lain berbeda. Aku, kau perlakukan layaknya manusia yang tak berarti apa-apa. Dan dua pelita yag lain kau perlakukan bak emas permata.

PERGI JAUH-JAUH DARI KAMI!!

Karna kau, aku miliki jiwa peberontak yang lebih dari seorang pemberontak pada umumnya. Namun yang membedakan adalah aku masih punya hati yang bisa tiba-tiba simpati dan mengalah untuk semuanya. Mengalah demi kebahagiaan peita-pelita lain yang masih cerah memedarkan warnanya.

Pelita Kedua…

Kejarlah inginmu!

Jadilah pemberontak layaknya aku jika orang itu mengenakan bulu-bulu dombanya.

Sungguh aku rela. Kau gapai si kuning untuk dirimu. Aku rela meskipun yang mendapatkannya bukan aku. Tapi kau….Relaaa sungguh relaa…

Maaf tak bisa hampiri dirimu di istana harmoni di pojok sana. Aku tak ingin gairah pemberontakku hadir kembali saat melihat manusia berbulu domba itu. Virus mematikan itu. Biarkan aku sekarang belajar memaafkan manusia pelik itu.

JADILAH SEPERTI APA YANG KAU MAU Pelita Kedua.

Jangan pernah hiraukan mahluk aneh dari planet UFO itu.

Aku terbangun dari tidurku. Ah ternyata hanya mimpi…Kuusap airmata yang mengalir di pipiku. Ku pegang jantung yang tertlindungi dadaku. Berdekup encang tak berkesudahan.

 

Bandung, Kamis 25 April 2013, pukul16:42 WIB.

Cinta Tersempurna

 

Inilah aku dengan berjuta kelemahan yang aku miliki. Banyak orang yang menganggap bahwa wanita itu semua sama saja. Wanita semua akan melakukan hal yang sama seperti apa yang pernah ia terima. Kata orang seperti itu. Tapi tidak bagiku.

Cinta..

Ketika cinta mulai menyapa. Aku coba untuk memilih. Memilih apakah cinta itu tepat untukku. Untuk aku miliki dan untuk aku jaga. Cinta itu suci. Begitulah teori yang aku dapatkan. Cinta itu anugrah, oleh karenanya cinta terasa lembut dalam sanubari. Dan cinta itu mengejutkan, manis dan mengharukan. Kataku.

Aku tak pernah menghindar dari cinta. Aku juga tak pernah terusik daripada adanya. Namun aku mencoba untuk memahami. Memahami sesuatu yang kata banyak orang bisa terluka karenanya. Aku banyak memahami seseorang yang sedang jatuh cinta. Hingga ia pertama menerima cinta hingga putus asa karena cinta juga.

Aku pun tahu, mereka mengerti akan hakikat pertemuan. Setiap kali pertemuan datang, pasti perpisahan segera menghadang. Begitu pula hakikat kebahagiaan. Dimana kebahagiaan itu terukir, kesedihan pun segera mengalir.

Saat aku menikmati  bagaimana memahami orang-orang yang jatuh cinta. Tak aku sadari sebenarnya aku pun sedang mengidapnya. Cinta begitu indah. Cinta begitu menyiksa. Yaa..Love is sweet torment. Kataku saat itu. Bagaimana tidak…Ah..Tentu saja. Dalam cinta selalu tersimpan kerinduan. Dalam cinta selalu tersimpan keinginan untuk bersatu. Dalam cinta selalu tersimpan rasa cemburu. Ahh ya…cemburu. Kata banyak orang cemburu itu tanda sayang.

Ketika itu, aku mulai menyukai seorang yang memang benar-benar menyentuh hatiku. Seseorang yang sangat mencintai kedisiplinan. Seorang yang sangat mencintai anak-anak. Seseorang yang sangat menyayangi orangtua dan keluarganya. Dan seorang yang tanggung jawab dan dapat dipercaya. Dan seseorang pendakwah sejati. Namun aku hanya mampu mencintainya dalam diam saja, tanpa seorangpun tahu apa yang aku simpan di relung terdalamku. 4 tahun. Ya selama 4 tahun aku memendamnya, hingga ketika genap 4 tahun itu aku tahu sendiri perasaan dia terhadapku. Dia pun mencintaiku. Namun disaat itu justru aku tak ingin mencintainya lagi. Justru aku ingin melepaskannya sejauh mungkin dan sejauh-jauhnya. Aku tak ingin mencintainya lagi. Aku tak ingin menyimpan hatiku untuknya lagi. Dan aku tak ingin membuka hati untuknya. Dan itu karena sebuah alasan yang tak seorangpun tahu mengapa aku harus melakukannya. Ya.. Bagaimana mungkin aku menerima dia yang dicintai gadis lain dan sangat mengharapkan ia sebagai pendamping hidupnya. Bagaimana mungkin aku melukai seorang gadis yang memang seumuran denganku dan ia begitu merindukannya. Gadis anak orang yang menurutku memang tepat untuknya. Bukan gadis seperti aku.  Aku pun banyak berdalih untuk menolaknya. Dengan beribu alasan yang memang menurutku masuk akal akhirnya aku fokus pada 1 alasan. Aku ingin fokus kuliah. Kataku saat itu mantap. Namun jawaban yang benar-benar menghentikan detak jantung justru yang aku terima. Aku akan menunggumu hingga kau selesai kuliah.

Aku hanya diam tak bersuara.

Bukan jawaban itu yang aku inginkan. Bukan…

Hingga aku pun memberanikan diri untuk kembali berdalih.

Tak perlu menungguku. Ikatlah wanita lain yang memang telah siap menerimamu. Dan itu bukan aku. Aku hanya ingin fokus kuliah tanpa memikirkan sesuatu yang memang tak perlu dipikirkan saat itu. Sudahlah fokus saja dalam perbaikan diri masing-masing. Tuhan yang aha Tahu.

Lega sekali ketika mengucapkan untaian kalimat tersebut.

Aku serasa terbebas dari rongrongan gagak yang berkoar-koar. 

“Azka…”

Suara yang sangat aku hafal memanggil namaku.

Aku jawab dengan bahasa mataku. Yang berarti Iyya?

“Kenapa harus menolak cinta seorang yang begitu tulus mencintaimu? Kenapa harus menolak cinta seorang yang serius menjadikan kau cinta yang pertama dan terahirnya? What a silly you are!!”

“Heyy..ketulusan seseorang itu nggak bisa diumbar. Sekarang gini Ca..Bagaimana perasaanmu jika lelaki yang kamu cintai dicintai gadis lain yang sungguh-sungguh menginginkannya?”

“Yaa…i don’t care lah…cowoknya kan mencintaiku bukan gadis itu”

“Ittu bodohnya kamu. Kalau aku bilang, kau tidak punya perasaan.  Padahal wanita itu hatinya sensitif , lembut dan gampang sekali terluka. Itu pun karena kau terlalu egois. Hanya memikirkan kamu kamu dan kamu sendiri. Tanpa berpikir panjang mengenai bagaimana orang lain. Ingat…manusia itu tidak hanya membutuhkan materi saja Ca..tapi juga kasih sayang dari orang-orang yang mereka harapkan!” Tandasku.

“Kalau aku berpikiran seperti itu aku nggak bakalan dapet cowok. Hingga manusia bermata satu muncul pun!” Geramnya.

“Kau meragukan sesuatu yang pasti! Permisi!!”

Aku pun pergi dengan perasaan yang sangat geram. Dengan beribu pertanyaan yang mencekam.

Bagaimana mungkin Oca berpikiran begitu. Tega sekali dan tak berperikemanusiaan sekali. Padahal dia kan wanita.

Aku kembali membuka laptopku dan mencoba menjelajahi dunia maya dengan harapan dapat menyembuhkan perasaan dongkol.

Aku mencoba mengaktifkan akun Facebookku. 5 pesan masuk.

Aiishhh..sial!!

Kenapa semua pesan dari lelaki itu.

Akhirnya aku pun memutuskan untuk blokir Fbnya.

Klik..

Thank You..

Begitulah wanita..Lebih tepatnya aku.

Mengalah lebih baik menurutku.

Aku kembali menari-nerikan jemariku. Menuliskan segala gundah gulana sebab lelaki itu.  Cepat atau lambat harus menghapus segala perasaan yang pernah aku miliki terhadapnya, sebelum lebih jauh, sebelum lebih mendarah daging.

Aku hembuskan nafas penuh kepastian. Aku ambil handphoneku. Aku buka, dan aku buang kartunya. Ini adalah cara yang terbaik.

Aku memulai hari-hari baruku. Memang tak pernah yang namanya sampai berpacaran. Memang tak pernah yang namanya menyimpan kerinduan yang mendalam. Hanya sekedar mencintai dalam diam. Namun, rasa cinta itu terpelihara dengan baik. Tak terkikis oleh air ataupun angin.

Kini, aku berdiri menantang. Masa depanku masih panjang. Dan aku sadari, ternyata cita dan cinta tak bisa berjalan beriringan. Aku harus memilih mana yang harus aku pertahankan. Pasti dan sudah tentu, cita-cita yang aku pertahankan dan aku tegakkan. Aku tersenyum pada dunia, dan duniapun tersenyum padaku. Ia berkata, aku akan berjalan mengantarkanmu ke cita-citamu. Aku pejamkan mata dan aku kepalkan jemariku. Aku Pasti Bisa!! Tekadku.

Aku lewati hari-hariku dengan segala kegiatan yang tak bisa membuatku sedetikpun untuk memikirannya. Aku lebih memilih kegiatan ekstrakulikulerku lebih terpadatkan supaya aku tak pernah lagi terlintas bayangnya. Dan itu terus berlanjut hingga aku benar-benar melupakannya lebih jauh. Tak ada rasa lagi. Hanya sebatas pertemanan biasa.

Aku hanya merangkull masa depanku, ucapku dalam hati. Hingga kelulusan mengantarkan aku di kampus ini.

Lingkungan baruku. Aku akan mencintaimu. Aku akan melahirkan karya-karyaku disini. Aku sudah mendelete semua bayang masa lalu. Aku tak peduli. Karena aku pun yakin. Pendeletan terhadap masa laluku pasti  membuat Tuhan tersenyum. Aku bahkan mendengar Tuhan berbisik. Aku mencintaimu hambaKu. Ilusiku.

Kegiatan kampus mengalir begitu indahnya. Tugas demi tugas meraup habis pikiranku. Hingga suatu ketika aku berada di ambang kejenuhan yang tiada terkira jenuhnya. Seakan ingin keluar sekejap saja dari dunia ini. Ingin sekejap saja menutup mata melahirkan kesegaran yang ada. Ah pasti sangat nikmat yaa..Aku meninabobokan diriku penuh kebebasan. Walau tugas masih setinggi gunung Semeru. Aku tak peduli. Aku ingin mendapatkan kesejukan di jiwaku. Sungguh. Aku meninggalkan laptopku yang berisi kumpulan kata-kata bak bahasa pemrograman yang menjelimetkan. Aku tinggalkan seluruh buku-buku tebal yang menjenuhkan. Ah..otak nakal. Kenpa harus berada di ambang kejenuhan yang luar biasa disaat tugas berdatangan?? Argggh….

Aku pejamkan mataku sebentar sebelum pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari kamar kostku yang mungil. Argh…aku pergi. Aku bosan.

HP ku bergetar. Aku baca pengirimnya.

Ah..sms ibunda.

Nduk, sedang apa??

Ibu…Azka lagi bosan banget bu. Tugas bergelimpangan disini. Kayak mengambil jatah hidup aku bu..Egois tugasnya..kenapa harus banyak gini. Kan bosen bu. Azka kan perlu refreshing bu. Penyegaran otak kembali. Nggak terkungkung sama tugas mulu. Bosen bu..bosen…Pengen pulaaanggg…

Klik.

Aku membalas sms ibuku.

Ahaa…ibu balas lagi. Semoga menguatkan.

Nduk..lagi ada masalah sama temen ya? Atuh bosen mah boleh-boleh aja. Tapi jangan lama-lama bosennya. Apalagi tugas lagi numpuk kan. Makannya jangan hobi numpuk tugas, jadi gitu deh akibatnya. Segarin pikiran dulu. Jalan-jalan bentar, cari pelajaran hidup yang bisa membuat kamu semangat lagi, masa jauh-jauh kuliah di Bandung nggak semangat gitu…anak ibu mah selalu semangat. Pantang mundur sebelum berhasil. Anak ibu yang ibu kenal itu..wonder women lho..ayo semangat anak solehahku…

Sms ibu membuatku tersenyum.Ah..ibu emang nggak ada duanya. Hikz..jadi kangen ibu…

Aku menjalankan saran yang ibu kasih. Aku bangkit dari tidurku yang penuh dengan ilusi kegagalan karena bosan. Aku ambil kerudungku. Aku mulai menapaki jalan di Utara kampusku. Ah..biasa saja. Otak ku putar, peljaran hidup apa coba yang bisa au dapet disini, yang bisa bikin semangatku tumbuh lagi..

Dengan berjalan gontai aku menelusuri lapangan hijau terbentang. Ada pemandangan yang mengusik mataku. Ada yang sedang latihan panjat tebing. Kelihatannya asik tuh. Aku mengamatinya dari kejauhan.

Berani sekali orang-orang itu.

Aku lebih membelalakan mataku ketika ada seorang pemanjat yang terpeleset, namun ia bangkit lagi dan mencobanya lagi, begitu seterusnya. Kini aku mengerti. Aku tersenyum dan melangkah mantap menuju kostan aku.

Ibunda sayang, aku mengerti pelajaran hidup kali ini.

Aku berlari sambil bernyanyi-nyanyi. Aku dobrak pintu hatiku. Sebenarnya bukan bosan yang aku derita, naun mau atau tidak diakui, ini adalah virus malas yang berfatamorgana.

Aku mencium tugas yang aku tinggalkan tadi. Aku elus penuh kasih.

Maafkan aku sayang..:*

A’udzubillahiminasyaitonnirojim….

Tancap gas. Ganti ke gigi empat. Kecepatan aku tambah menjadi 120 km/jam. Oh ya..ada yang terlupa, harus isi bensin full dulu. Aku berhenti di pengisian bahan bakar. Aku isi bensin full tank. Harus di mandiin dulu biar cantik.

Oke semua siap. Ya!!

Kembali menekuri tugas yang berjibun. Satu demi satu penuh dengan semangat. Senyum tak terasa ketika semua tugas terselesaikan. Aku melihat jam 03.00. Ah tak terasa ketika semua dijalani dengan segala kesungguhan dan semangat. Ah..lelah sekali. Tahajud dulu ah biar cantik. Centilku saat itu.

Aku ambil air wudhu dan merasakan begitu dalamnya kesegaran air penuh dengan kebahagiaan. Dalam keadaan bagaimanapun, tak ada nikmat Tuhan yang bisa di dutakan ternyata. Aku basuhkan air wudhu nan segar itu ke muka. Ah..seakan terbasuhkan air di telaga kautsar. Segarnya tak ada yang menandingi.

Aku lakukan segera shalat tahajud. Bermunajat pada Tuhan yang telah mampu mendampingiku hingga saat ini. Shalat tahajud kali ini rasanya lain sekali. Shalat tahajud yang membawaku engingat dosa-dosa di masa lalu. Ya Tuhan…

Percakapan panjang dengan Tuhan menuai air mata. Tak tersadar tertidur masih dalam bungkusan mukena. Hingga terbangunkan saat adzan subuh berkumandang.

Alhamdulillah..Ternyata Tuhan masih memberikan umur padaku. Ku lepas mukena, dan ambil air wudhu lagi. Dan kutegakkan shalat subuh pagi ini. Tilawah pun mengalir.

Maaf Tuhan jika terlalu jauh melupakanmu. Ternyata Kau lebih indah dari apapun. Kau lebih menganggapku ada dari pada siapapun. Kau berikan kekuatan saat aku tiada daya menjalani kehidupan ini.  Kau ingatkan aku dengan lembut ketika aku telah jauh tersesat dari jalanmu. Terimakasih Tuhan. Terima kasih cinta!!